Jalan-jalan Singkat di Rute Kampung Kota
Hai, Teman Jalan!
Semoga kalian selalu sehat.
Minggu, 10 Oktober 2021 saya ikut rute Kampung Kota untuk pertama kalinya, hehe. Penasaran karena di tengah kota masih ada perkampungan jadul yang bertahan sampai hari ini walau sebagian rumah warga terganti dengan pembangunan mall.
Rute ini menarik karena bangunan rumahnya berdesain rumah jadul seperti Kauman dan dulunya kampung ini menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Semarang. Unik, ya. Mari kita lanjut jalan-jalan!
Semarang Walking TourKAMPUNG KOTA
Rute kali ini singkat hanya jalan-jalan keliling kampung tapi banyak tempat sejarah tersembunyi. Termasuk rumah masa kecil penulis sastra Indonesia, novel-novelnya sering dijadikan tugas resensi buku mata pelajaran Bahasa Indonesia apalagi siswa kelas Bahasa termasuk saya sendiri mantan anak Bahasa 😁. Siapakah beliau?
Rute: titik temu di trotoar Paragon Mall ➝ Kampung Jl. Sekayu: Masjid Taqwa Sekayu, Rumah NH Dini ➝ Batan ➝ Kali Semarang ➝ Jalan Pemuda ➝ Kampung Basahan ➝ berakhir di Paragon Mall (tepatnya di Alfamart seberang Paragon Mall)
Cuaca Semarang hari itu panas sekali walau jalan-jalan masih terhitung pagi hari, jadi bawa air minum yang cukup, ya. Jujur, saya sendiri ingin minum es teh. Kurang lebih dua jam berjalan kaki sudah termasuk istirahat. Seperti biasa saya berbagi objek yang menarik untuk saya, ya.
Kampung Sekayu sendiri dulunya menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Semarang dengan banyak rumah warga yang masih mempertahankan bentuk limasan. Sekayu dulunya merupakan daerah untuk menampung kayu-kayu jati sebelum dikirim ke Demak.
Jalan perkampungan Sekayu juga khas kampung, sempit tapi bersih. Kalau ada motor atau mobil lewat Teman Jalan harus menepi dulu bahkan mepet pagar rumah warga. Mohon jangan terlalu berisik, ya, karena mudah terdengar warga sekitar. Di sini, Mbak Icha sebagai story teller menjelaskan gaya arsitektur perumahan Jawa berdasarkan kelas sosial masyarakat pada jaman dulu.
Mbak Icha-Story Teller Bersukaria Foto: dokumentasi pribadi |
Ada satu jalan di kampung ini bernama Jalan Kramat Jati karena dulunya di daerah ini ada satu pohon jati yang dikeramatkan. Suatu hari, pohon tersebut tumbang tapi ajaibnya tidak menimpa rumah atau warga, tidak menimbulkan korban. Kalau dilihat rumah-rumah kuno di Kampung Sekayu ini rendah, sempat saya tanyakan Mbak Icha mengapa rumahnya pendek dan banyak yang tidak berpagar atau mepet garis jalan gang jika dilihat dari daerahnya bukan daerah banjir. Menurut Mbak Icha, mungkin dulunya tempat ini aman jadi banyak rumah yang tidak berpagar dan mepet garis jalan apalagi bentuknya perkampungan dan daerahnya bebas dari banjir jadi memang seperti itu bentuknya.
Foto: dokumentasi pribadi |
Tidak hanya itu, nama-nama jalan di Kampung Sekayu memiliki keunikan yang mewakili kegiatan atau profesi di masa itu. Jadi ingat Yogyakarta, ya, nama-nama daerah atau jalan pasti berhubungan dengan keraton entah itu berupa kegiatan atau profesi. Contohnya Jalan Sekayu Temenggungan yang berarti dulunya di area ini tempat tinggal Temenggung.
Foto: dokumentasi pribadi |
Masjid Sekayu
Masjid Taqwa Sekayu/Masjid Sekayu Foto: dokumentasi pribadi |
Ini dia objek yang menarik untuk saya, Masjid Taqwa Sekayu atau dikenal dengan Masjid Sekayu. Masjid ini dikenal sebagai masjid tertua di Jawa Tengah yang berdiri pada tahun 1413, lebih tua dari Masjid Demak yang berdiri pada 1420. Di belakang masjid ini terdapat makam Kyai Syamsudin, utusan Sunan Gunungjati. Yang tersisa dari bangunan masjid Sekayu lama hanyalah pintu, saka masjid, dan tempat wudhu setelah renovasi.
Bangunan Awal Masjid Taqwa Sekayu Gambar: Bersukariawalk |
Beruntungnya kami tidak sengaja bertemu dengan pemandu lokal di Sekayu yang dengan senang hati menemani kami sebentar untuk menjelaskan Masjid Sekayu. Sepertinya beliau juga pengelola Kampung Tematik Sekayu.
Pemandu Lokal Sekayu Foto: dokumentasi pribadi |
Kami dipersilakan masuk ke masjid untuk melihat bagian dalam masjid. Pemandu lokal menjelaskan bahwa empat saka tersebut dari batang pohon jati berdiameter 40cm yang dilindungi susunan bilah-bilah kayu untuk mencegah tangan jahil pengunjung atau umat yang berkegiatan di dalam masjid agar kayu saka yang asli tidak rusak. Jika Teman Jalan melihat bahwa empat saka tersebut tidak tepat di tengah masjid, ini ada ceritanya. Satu saka yang ada di depan sebelah kanan tidak dapat dipindahkan seperti apapun caranya sehingga tiga saka lain mau tidak mau yang harus dipindahkan mengikuti garis saka tersebut agar masjid dapat direnovasi.
Pintu Masjid Foto: dokumentasi pribadi |
Saka Masjid Foto: dokumentasi pribadi |
Di masjid ini juga tersisa tempat wudhu yang masih digunakan sampai sekarang. Air wudhu ini sering dibawa peziarah yang datang terutama dari Demak dan dipercaya membawa berkah. Airnya tidak pernah kering dan rasa airnya berbeda dari air pada umumnya. Pemandu lokal mengijinkan kami mencoba meminumnya. Saya mencoba meminum air wudhu itu langsung ambil dari keran, pastinya saya tampung dulu di tangan 😁. Memang benar rasa airnya berbeda, ada rasa manis seperti air mineral L* Minerale tapi lebih mantap air wudhu masjid ini. Tiga kali ambil... mau pembuktian atau memang haus itu beda tipis, hehe.
Tempat Wudhu Foto: dokumentasi pribadi |
Oh iya, Kampung Sekayu ini menjadi kampung tematik sejarah yang diperhatikan Pemerintah Kota Semarang untuk dikembangkan. Salah satu bentuk pengembangannya adalah relief yang menceritakan berdirinya Masjid Sekayu. Saya sarankan Teman Jalan membaca reliefnya urut dari panel kanan ke panel kiri. Penempatannya kurang tepat jadi terlihat membingungkan kalau ada yang sadar atau ingat dengan urutan jalan cerita pembangunan Masjid Sekayu. Saya pertama kali melihat reliefnya itu langsung sadar ada yang kurang tepat jadi harus baca dari panel kanan ke panel kiri.
Relief Sejarah Pembangunan Masjid Sekayu Foto: dokumentasi pribadi |
Gudang Oei Tiong Ham
Bangunan Bekas Milik Oei Tiong Ham Foto: dokumentasi pribadi |
Tahu Oei Tiong Ham? Hehe, jangan bosan kalau mendengar nama beliau sering disebut di rute-rute Bersukariawalk. Bangunan milik beliau ada di mana-mana, tersebar, seperti tumpahan bubuk Nutris*ri. Menariknya adalah ada pengembangan jalan di kampung ini disebakan adanya bangunan ini. Taipan gitu, punya kerajaan bisnis skala Asia Tenggara pada masa kejayaannya jadi tidak tanggung-tanggung untuk mengembangkan jalan kampung. Sayangnya, bangunan ini tidak terawat, abandoned place, entah ditempati atau tidak walau saya melihat ada orang masuk ke dalam. Manusia, lho, bukan hantu wujud manusia.
Kalau diurutkan cerita dan baca buku tentang Oei Tiong Ham, sebenarnya beliau itu ikut mengembangkan Semarang juga di hal-hal kecil kurang mencolok, berbeda dengan gebrakan beliau terkait pengembangan sumber daya manusia, teknologi mesin pabrik gula, dan hal-hal yang berhubungan dengan bisnis beliau yang sangat bagus di masa itu. Hal kecil yang bisa dilihat adalah pengembangan jalan di kampung ini karena adanya gudang milik beliau. Hal sederhana tapi akses jalan itu sangat penting dari dulu sampai sekarang. Tidak ada akses jalan, ya, bisnisnya tidak dapat berkembang. Sama halnya Daendels buka jalan dari Anyer sampai Panarukan. Di buku-buku teori infrastruktur, jenis infrastruktur fisik seperti jalan mau jalan raya, jalan desa, jalan setapak itu selalu diurutan nomor satu.
Rute Kampung Kota menjadi bahan refleksi sejarah pemerintahan di Semarang, penyebaran agama Islam, pengembangan tata kota yang dapat mengancam perkampungan di Semarang, dan pengembangan infrastruktur jalan di perkampungan. Kampung tidak selamanya jelek, kampung punya sistem kehidupan dan tatanannya sendiri. Ada ciri khasnya sendiri. Kampung Sekayu ini bisa berkembang menjadi wisata edukasi dengan sistem pengelolaan berbasis komunitas seperti yang telah dilakukan karang taruna Sekayu.
- Kauman: melihat gaya arsitektur rumah kuno selain di rute Kampung Kota
- Multikultural: tahu dampak banjir/rob bagi rumah warga atau daerah sekitar
- Jatingaleh: cerita hubungan sejarah Jatingaleh dengan Sunan Gunungjati
- Radja Goela: cerita tentang Oei Tiong Ham dan kerajaan bisnisnya, siapa tahu memotivasi Teman Jalan jadi crazy rich
- Bodjongweg: sejarah bangunan dan peristiwa di sepanjang Jalan Pemuda
Satu rute bisa berhubungan dengan banyak rute, ya, 'kan?. Tinggal pilih mau jalan-jalan di rute apa 😉
Kalau Teman Jalan takut ketinggian saat naik jembatan penyeberangan orang (JPO) di Jalan Pemuda di rute Kampung Kota dan Bodjongweg harap bilang ke teman/peserta lain dan story teller. Bilang juga aman/tenangnya Teman Jalan itu cukup ditemani jalan atau sambil digandeng atau apa. Lalu, untuk Teman Jalan yang berani/biasa saja dengan ketinggian harap bantu temani dan ijin gandeng tangannya atau lakukan yang membuat dia aman/tenang, ya. Kita tidak pernah tahu tingkat aman/tenangnya seseorang saat menghadapi ketakutan. Jangan merasa jalan sendirian 😉
Yuk, jalan!
Komentar
Posting Komentar