Kehidupan dan Kematian di Rute Pleburan Semarang

Hai, Teman Jalan!

Semoga kalian selalu sehat, ya.

Akhirnya hari Minggu, 12 September 2021 saya bisa jalan-jalan bersama Bersukariawalk lagi setelah lama hiatus karena sibuk dengan tesis. Jalan-jalan santai menghibur diri setelah lulus dan melewati semua yang terjadi sampai berdarah-darah 😁. 

Kali ini saya ikut rute Pleburan, rute kembalinya saya ikut walking tour dan ini adalah kali ke dua rute kembali saya dipandu story teller mbak Tiwi. Rute Pleburan ini adalah rute pendek dan waktunya singkat sama seperti Kota Lama tapi jalannya naik-turun. Banyak tempat tersembunyi di rute ini bahkan kita kalau sering lewat juga tidak memperhatikan bahwa tempat/objek itu ada.

Semarang Walking Tour

PLEBURAN

Rute Pleburan ini objeknya sedikit, yang menarik perhatian saya ada tiga objek dan satu bonus objek bagi saya tentang perairan. Sebenarnya rute ini ada hubungannya dengan rute-rute lainnya, nanti saya beri tahu rute mana saja kecuali ada satu rute yang belum saya ikuti jadi saya belum bisa berbagi cerita. Di rute ini ada dua sendang, lho, saya juga baru tahu sendang yang tersembunyi padahal salah satu sendang tersebut sering saya lewati.

Rute: titik temu di kantor Bersukaria Tour ➝ PIP Muhammadiyah dan RS Roemani ➝ Sendang Wonodri ➝ Mausoleum Thio Sing Liong ➝ Sendang Mintoloyo TBRS ➝ Taman Budaya Raden Saleh ➝ berakhir di Wonderia

Cuaca cerah tapi tetap, sih, Semarang hawanya gerah. Walau begitu tetap asyik untuk jalan di rute Pleburan karena jalannya masih banyak pohon. Masih merasa terkejut lihat foto grup Spoorweg tahun 2016 karena ada saya di antara grup itu, terpajang di buku panduan waktu dijelaskan tentang profil Bersukaria Tour. Ndeso 😁

Sendang Wonodri

Sendang ini berada di pinggir jalan persis, tersembunyi, dan tidak banyak orang memperhatikan atau menyadari kalau ada sendang di sini. Dulunya sendang ini dimanfaatkan oleh Soeharto untuk tradisi kungkum (berendam) beliau. Sendang ini masih dianggap sebagai tempat sakral untuk masyarakat sekitar Pleburan dengan menjalankan tradisi festival bubur Semarangan dan bersih-bersih sendang menjelang bulan Ramadhan setiap tahunnya di sendang ini tapi tradisi tersebut berhenti karena masih dalam masa pandemi.

Sendang ini tidak pernah kering walau pada musim kemarau. Sayangnya, sendang ini sudah tercemar dengan berubahnya warna air karena polusi air di sekitar Pleburan jadi pikir ulang kalau mau berendam atau beraktivitas dengan menggunakan air sendang.

Sendang Wonodri
Foto: dokumentasi pribadi

Mausoleum Thio Sing Liong

Mausoleum ini berlokasi di pinggir jalan persis jalan Sriwijaya dekat Gedung Wanita. Kalau Teman Jalan melewati jalan Sriwijaya pasti terlihat, kok. Mausoleum ini adalah makam dari Thio Sing Liong bersama istri dan kerabatnya. Thio Sing Liong adalah seorang taipan di Semarang yang memiliki bisnis perdagangan rempah-rempah.

Teman Jalan akan melihat dua makam yang ada di dalam bangunan, makam Thio Sing Liong dan istrinya. Kondisi makamnya sangat baik karena masih dirawat oleh keluarga dan orang yang ditunjuk untuk membantu perawatan. Makamnya sangat mewah, lho!.

Makamnya sangat mewah karena terbuat dari marmer semua, tidak hanya makamnya bahkan lantai dan sebagian dindingnya terbuat dari marmer. Marmer tersebut didatangkan langsung dari Italia. Teman Jalan juga tahu, 'kan, kalau marmer sampai saat ini masih menjadi simbol kemewahan dan kekayaan seseorang. Bisa dibayangkan sekaya raya apa Thio Sing Liong dulu, namanya juga taipan, hehe.

Mausoleum Thio Sing Liong dan istrinya
Foto: dokumentasi pribadi

Siapa saja boleh berkunjung kapanpun dengan meminta ijin terlebih dahulu kepada pengurus yang rumahnya ada di dekat mausoleum dan memberi uang sukarela untuk membantu biaya perawatan mausoleum.

Thio Sing Liong memiliki anak bernama Thio Thiam Tjong. Thio Thiam Tjong tinggal di sebuah rumah mewah (bagi saya memang bangunannya terlihat mewah) di Gajah Mungkur. Kalau Teman Jalan suka nongkrong, sekadar lewat, atau mungkin pernah berkunjung ke Goodfellas, nah itu dulunya adalah rumah beliau yang dirancang oleh Thomas Karsten. Sampai sekarang manajemen Goodfellas masih mempertahankan arsitektur rumah Thio Thiam Tjong, lho. Kerennya lagi masih ada plakat nama Thio Thiam Tjong di dinding.

Goodfellas bekas kediaman Thio Thiam Tjong
Foto: dokumentasi pribadi/2019


Plakat Nama Thio Thiam Tjong
Foto: dokumentasi pribadi/2016

Sendang Mintoloyo TBRS

Sendang Mintoloyo berlokasi di belakang area TBRS, saya sendiri baru tahu kalau ada sendang ini. Tempatnya masuk jauh ke dalam, sunyi senyap walau dekat sana ada toko penjual bibit tanaman. Banyak kegiatan seni dan tradisi yang diadakan di sendang ini biasanya diadakan saat malam Satu Suro, tanggal kalender Jawa, atau kalender Islam.

Sayangnya, sendang ini kurang terawat. Sendang yang Teman Jalan cari bukan seperti sendang Wonodri, sendang Mintoloyo ini ada di dalam bangunan belakang paling pojok. Banyak warga yang memanfaatkan air di sendang ini untuk kebutuhan harian dan dipercaya memberikan berkah jadi banyak orang luar daerah yang datang untuk mendapatkan berkah di sini.

Sendang Mintoloyo TBRS
Foto: dokumentasi pribadi

Teman Jalan bisa lihat foto di bawah ini, ada papan peringatan di pohon beringin. Papan ini dipasang oleh warga agar orang-orang tidak sembarangan datang dengan tujuan yang kurang baik seperti mencari berkah dengan cara negatif atau menyembah wujud selain Tuhan untuk mendapatkan berkah. Saya mengalami kejadian di bawah pohon ini, kaget sesaat. Saya kejatuhan buah pohon beringin 😄 sakit sebentar karena kaget. Walau ukuran buahnya kecil, teksturnya keras, lho. Tidak ada hal-hal mistis di sini, biasa saja cuma memang tempatnya kurang terawat jadi kurang nyaman kalau berlama-lama di sini.

Sendang Mintoloyo TBRS
Foto: dokumentasi pribadi

Infrastruktur Sistem Perairan

Belanda terkenal dengan kehebatan sistem perairannya bahkan sistem itu dibawa dan dijalankan di Semarang. Cara membangun sistem perairan selokannya dan mengelola airnya itu, lho, tidak main-main. Saluran air yang dibuat Belanda ukurannya selalu lebar, Teman Jalan bisa lihat di sepanjang jalan dari perempatan Peterongan hingga jalan Sriwijaya. Tidak menyangka juga, ya, selokan selebar itu buatan Belanda 😁

Story Teller Menjelaskan Peta Sistem Perairan
Foto:dokumentasi pribadi


Sistem Perairan di Sepanjang Jalan Sriwijaya
Foto: dokumentasi pribadi

Menurut saya, rute Pleburan ini mengingatkan kita tentang kehidupan dan kematian karena di rute ini Teman Jalan banyak menemukan makam tersembunyi yang tidak banyak diperhatikan orang bahkan ada makam yang persis di pinggir gang besar samping Gedung Wanita tersamar dengan mural dinding yaitu makam Nyai Bhalal.

Makam Nyai Bhalal
Foto: dokumentasi pribadi

Titik akhir kami di Wonderia, di sini Teman Jalan juga bisa melihat ada makam tapi saya tidak ambil fotonya. Makam-makam ini adalah makam Mbah Kliwon dan Mbah Genuk. Dua tokoh ini punya nilai positif dalam hal loyalitas. Bisa dikatakan Teman Jalan ikut rute Pleburan juga seperti melakukan ziarah kepada tokoh-tokoh lokal di Semarang.

Teman Jalan bisa mengetahui lebih jauh lagi tentang sistem perairan dengan mengikuti Rute C10. Kemudian, rute Candi Baru untuk lebih tahu tentang kediaman Thio Thiam Tjong yang sekarang menjadi Goodfellas. Terakhir bisa ikut rute Mataram untuk lebih tahu tentang Raden Saleh, apa hubungan Bustaman dengan Raden Saleh?, hehe, saya belum ikut rutenya jadi belum bisa membagi cerita. Keren, ya, satu rute seperti Pleburan ini bisa berhubungan dengan tiga rute walking tour lain di Semarang.

Kalau lihat dokumentasi rute Pleburan, C10, dan Candi Baru ternyata dipandu juga oleh mbak Tiwi 👍

Yuk, jalan!


Speak Yourself
💜

Komentar