Bertemu Wayang Kulit di Desa Pucung, Wukirsari, Bantul
Foto: dokumentasi pribadi |
Hai, Teman Jalan!
Jika kita mendengar wayang kulit pasti kita merasa bahwa wayang kulit itu kuno, ketinggalan jaman, gak gaul. Tidak bisa dipungkiri juga kalau wayang kulit perlahan mulai berkurang peminatnya, generasi muda juga belum tentu tertarik dengan wayang kulit bahkan yang ingin belajar saja bisa dihitung dengan jari.
Sebenarnya masih banyak orang yang menyukai wayang kulit dan seni pertunjukan wayang kulit di sekitar kita, tapi kita belum tentu menyadarinya. Bagaimana dengan saya sendiri? jujur saya mulai tertarik sejak diajak bapak ke satu desa untuk membeli wayang kulit pada tahun 2016 dan masih sering berkunjung sampai sekarang di tahun 2019.
Memang ada desa yang khusus memroduksi wayang kulit? Ada. Namanya Desa Pucung berlokasi di Kelurahan Wukirsari, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Desa Pucung terkenal sebagai 'desa wayang' atau sentra kerajinan wayang kulit, Desa Pucung sangat dikenal dengan wayang kulit sejak tahun 1916 atas perintah Sultan Hamengkubuwono VIII kepada Atmo Karyo untuk mengembangkan keterampilan dan usaha kerajinan wayang kulit.
Apa yang menarik dari Desa Pucung?
Awalnya saya hanya sekadar ikut menemani bapak membeli wayang kulit, beliau mendongeng untuk anak-anak SOS Children's Villages Semarang menggunakan wayang. Dulu bapak mendongeng menggunakan media wayang kertas yang dibuat oleh beliau sendiri lalu ditingkatkan menjadi wayang kulit dan juga mengoleksinya. Saya semakin lama semakin tertarik dengan Desa Pucung, rasa penasaran saya mulai muncul.
Desa Pucung memiliki daya tarik tersendiri sebagai objek wisata budaya ditinjau dari sejarah Desa Pucung yang terkenal sebagai 'Desa Wayang' atau Sentra Kerajinan Wayang Kulit dan kehidupan masyarakat lokal yang masih lekat dengan tradisi Jawa. Desa Pucung sebagai sentra kerajinan wayang kulit selalu berusaha untuk bertahan dan tetap lestari dengan beradaptasi mengikuti perkembangan jaman tanpa meninggalkan pakem.
Pengrajin wayang kulit masih menggunakan cara tradisional dalam proses pembuatan wayang kulit yaitu dengan menatah (mengukir) dan menyungging (mewarnai) menggunakan alat tatah dan sungging tradisional. Cara mendesain wayang mulai dari membentuk kepala sampai ujung kaki memiliki teknik yang berbeda. Pengrajin wayang kulit masih mengerjakannya secara manual tanpa bantuan mesin, ini juga menjadi alasan wisatawan tertarik untuk datang melihat secara langsung proses pembuatan wayang kulit.
Sayangnya, banyak pemuda beralih profesi menjadi pekerja di luar desa karena menurut mereka, mereka mendapat pemasukan lebih banyak daripada menjadi pengrajin wayang kulit. Pengrajin wayang kulit dari generasi sebelumnya selalu berusaha bagaimana caranya agar kerajinan wayang kulit tetap hidup meski menghadapi realita bahwa pengrajin berusia muda semakin menurun jumlahnya.
Selain kerajinan wayang kulit, Desa Pucung memiliki banyak kesenian tradisional yaitu Karawitan, Seni Pedalangan, Jathilan, Tari Srandul, Ketoprak, dan Pertunjukan Wayang Kulit. Kalian juga dapat membeli paket wisata belajar mengukir wayang kulit, mewarnai wayang kulit, Karawitan dan membuat kerajinan dari janur (daun kelapa).
Tidak hanya itu, saat kalian belajar mengukir atau mewarnai wayang kulit tutor akan bercerita tentang tokoh-tokoh wayang kulit dan filosofi wayang jadi kalian dapat mengetahui wayang lebih jauh lagi secara bersamaan sama seperti ungkapan peribahasa sekali mendayung 2-3 pulau terlampaui.
Kalian ingin menginap di Desa Pucung juga bisa, mereka menyediakan paket menginap untuk rombongan atau perorangan. Biasanya yang menginap adalah rombongan pelajar yang mengadakan live-in dan orang-orang yang melakukan penelitian untuk penulisan ilmiah.
Desa Pucung memiliki banyak tradisi yang masih lekat dengan kehidupan masyarakatnya sehingga ada agenda rutin yang dilaksanakan secara mingguan dan tahunan, kalian bisa membacanya di Agenda Rutin di Desa Wukirsari.
Bagaimana cara menuju ke Desa Pucung?
Saya bagi pengalaman berangkat dari Semarang sebelum dan sesudah ada tol Semarang-Kartasura (Colomadu).
- Sebelum ada tol: waktu tempuh Semarang-Pucung sekitar 3 jam 55 menit, belum termasuk mampir makan juga. Capek ya ternyata dengan waktu tempuh yang panjang, kunjungannya singkat belum apa-apa sudah harus pulang lagi. Seperti biasa aku lewat jalan provinsi Semarang-Yogyakarta, dari Kota Yogyakarta ambil ke arah Kabupaten Bantul. Kalau kalian bingung, kalian ambil jalan ke arah Imogiri, mengapa Imogiri? selain jarak lokasi Imogiri dan Desa Pucung dekat, Imogiri menjadi kata kunci saat kalian tersesat lalu bertanya pada warga lokal. Jika kalian hanya menyebut Pucung Wukirsari biasanya warga lokal ragu untuk mengarahkan jadi mereka lebih yakin kalau kalian menyebut Imogiri. Sebutlah Imogiri, ingat ya Imogiri bukan yang lain 👍. Malu bertanya cukup buka peta daring, cari dengan kata pencarian 'Wisata Wayang Wukirsari'.
- Sesudah ada tol: ini berita gembira untuk kita semua, hehe, karena ada tol Semarang-Kartasura (Colomadu) maka waktu tempuh Semarang-Pucung menjadi sekitar 3 jam tapi belum termasuk mampir makan. Aku masuk dari gerbang tol Banyumanik menuju ke Kartasura (Colomadu) dengan jarak tempuh sekitar 47 menit, dari Colomadu dilanjutkan ke Desa Pucung melewati jalan Prambanan-Piyungan Ratu Boko. Setelah itu tinggal mengikuti papan penunjuk arah. Lewat tol waktu tempuhnya menjadi lebih singkat dan tidak melelahkan, bonusnya bisa mampir ke tempat lain sebelum pulang ke Semarang.
Di lain waktu saya mau bagi info rekomendasi rumah makan yang dilewati selama perjalanan ke Yogyakarta, harganya murah meriah, makanannya enak dan bikin kenyang. Semoga cocok dengan lidah dan dompet kalian.
Transportasi apa yang bisa digunakan menuju Desa Pucung?
Selama ini saya sering menggunakan mobil pribadi & beberapa kali menggunakan taksi daring waktu menyerahkan surat ijin penelitian pada dinas-dinas terkait (lain waktu aku bagi pengalaman menguru surat ijin penelitian di Kabupaten Bantul), jadi saya belum punya pengalaman menggunakan transportasi umum.
Sejauh yang saya tahu kalau kalian menggunakan transportasi umum berupa bus hanya bisa sampai di Terminal Giwangan yang lokasinya masih jauh dari Desa Pucung, menurut saya kurang efektif untuk menggunakan transportasi umum. Angkutan desa yang biasa kita sebut angkot juga sudah tidak beroperasi karena minat masyarakat sekitar untuk menggunakan angkutan desa terus menurun, mereka lebih memilih mobil atau sepeda motor sebagai alat transportasi harian karena lebih cepat, mudah dan gesit digunakan saat bepergian.
Malas menyetir sendiri, kalian bisa menggunakan taksi daring lalu jangan lupa mengingatkan driver untuk menunggu jika kalian berencana kunjungan singkat di Desa Pucung karena taksi daring sangat jarang ada di sekitar Wukirsari. Bus pariwisata untuk rombongan wisatawan dapat masuk ke Desa Pucung, area parkir luasnya mencukupi untuk ukuran bus besar berada di area pendopo Wisata Wayang Wukirsari.
Sebenarnya kalau mau bercerita tentang Desa Pucung dan wayang kulitnya bakalan panjang, kemungkinan akan saya bagi menjadi beberapa bagian. Kita belajar bersama, kita tahu bersama dan kita berbagi pengalaman bersama. Kalau penasaran pasti ada aja yang bikin kita takjub sendiri. Saya lanjut berbagi tentang Desa Wayang di cerita selanjutnya, ya!.
See you soon!
Speak Yourself