Spoorweg Semarang

Hai, Teman Jalan!

Semoga Tuhan selalu mencukupi kesehatan, rejeki, dan kebahagiaan. Lebih-lebih semoga dikasih kekayaan seperti trio Be Biauw Tjwan (baca: Be Bio Cwan), Oei Tjie Sien, dan Oei Tiong Ham. Amin!

Kali ini saya tidak membahas tentang trio kaya raya tersebut, saya mau sharing tentang rute BRT Semarang, eh lho... BRT? Ya, hampir mirip. Teman Jalan akan pergi keliling naik BRT, hehe, bercanda. Rute ini yang saya tunggu selama 6-7 tahun sejak pertama kalinya ikut rute Spoorweg dengan Lopen Semarang dan Bersukariawalk. Tanggal 16 Juli 2022 akhirnya saya bisa ikut rute ini lagi, kali ini dapat stikernya, hehe. Saya dan teman-teman dberi bonus hujan deras dari awal sampai akhir walk tour tapi tetap seru.

Semarang Walking Tour

SPOORWEG


Rute Spoorweg: titik kumpul Loco Cafe (seberang stasiun Tawang) ➞ Stasiun Tawang ➞ Polder ➞ SJS ➞ Susteran Fransiskus ➞ Jurnatan ➞ Soesman Kantoor ➞ titik akhir Kantor Pos besar Semarang.

Jalan-jalan kali ini akan menceritakan sejarah perkeretaapian di Semarang. Semarang menjadi kota pertama yang memiliki kereta api uap dan trem uap di Hindia Belanda. Pada masa dulu, kereta-kereta masih ditarik oleh kuda, tetapi dinilai tidak efektif karena kuda merasa cepat lelah dan kotorannya berceceran di jalan. Dalam perkembangannya, kereta api diciptakan agar lebih efektif dan bersih dari polusi hewan.

Kereta Tenaga Kuda
sumber: Bersukariawalk

Dari rute ini Teman Jalan akan mengetahui bahwa stasiun Tawang bukan stasiun tertua tapi stasiun yang berada di kawasan Alas Tuo. Stasiun Tawang didirikan pada tahun 1914 yang awalnya untuk memfasilitasi para pengunjung Colonial Tentonstelling (Pasar Sentiling) yang pada waktu itu diadakan oleh Hindia Belanda semacam eksibisi internasional. 

Saya baru tau perbedaan penggunaan stasiun Poncol dan stasiun Tawang. Stasiun Tawang untuk kereta api uap, sedangkan stasiun Poncol untuk trem uap. Trem uap melayani transportasi dalam kota dan antarkota jarak dekat, sedangkan kereta api uap melayani transportasi antarkota yang jaraknya lebih jauh.

Stasiun Tawang berlokasi di daratan rendah sehinga mudah terkena banjir sehingga ada solusi untuk meningkatkan tanahnya. Fungsi keramik atau batu granit hitam di dinding bawah untuk menghindari dinding kotor akibat banjir sedangkan untuk mengalirkan air genangan untuk mencegah banjir manajemen membuat lubang-lubang selokan di sekitar area yang berpotensi air menggenang/banjir. Air tersebut akan mengalir ke kolam Polder yang berada di depan St. Tawang.

Plakat Cagar Budaya St. Tawang
foto: dokumentasi pribadi

SJS (Samarang-Joana Stoomtrem Maatschappij)

Kantor pusat perusahaan trem yang berada di Semarang. Ada beberapa perusahaan kereta api di Semarang tapi yang paling besar adalah SJS yang didirikan pada tahun 1880. Kondisi bangunan dan lingkungan sekitarnya sekarang tidak layak ditinggali atau dijadikan kantor.

Teman Jalan bisa melihat perbandingan foto sekitar tahun 2015/2016 dan sekarang yang ada di bawah ini, tanaman liar lebih mendominasi dan bahan bangunan semakin rapuh.

Area Sekitar Bekas Kantor SJS Semarang
foto: dokumentasi pribadi (2015/2016)

Tampak Dalam Kantor SJS Semarang
sumber: Bersukariawalk

Kantor SJS masih menjadi tanah milik PT KAI. Dulu banyak perusahaan kereta api, setelah kemerdekaan Indonesia perusahaan-perusahaan tersebut dinasionalisasi menjadi PT KAI. Di daerah lebih ke utara dari Semarang ada dua stasiun kereta yaitu Stasiun Samarang di Alas Tuo yang didirikan pada tahun 1860 dan Stasiun Kemijen. Namun dua stasiun tersebut dinonaktifkan karena sering mengalami banjir akibat penurunan tanah.

Peta Trem Semarang
sumber: Bersukariawalk

Peta di atas merupakan peta trem di Semarang mulai dari Stasiun Jomblang di Jl. MT. Haryono, Stasiun Kemijen, daerah pelabuhan, dan area Pemuda.

Susteran Fransiskus

Tempat ini menjadi tempat tinggal para suster lanjut usia. Dulunya, tempat ini adalah panti asuhan anak-anak yang ditinggal oleh orang tuanya. Panti asuhan tersebut kini pindah di Karangpanas, Semarang. Pada masa Jepang banyak sekali orang dewasa Belanda yang dibawa ke Burma untuk kerja paksa sehingga anak-anak mereka menjadi yatim-piatu lalu diasuh di panti asuhan ini. Pada masa itu, tempat susteran ini dilewati oleh rel trem yang menuju ke daerah spoorland. FYI, rel kereta di jaman Hindia Belanda lebih panjang daripada saat masa Jepang karena rel-rel tersebut dibongkar dan dibawa ke Burma untuk membangun rel kereta api. Hm... gak punya modal juga, ya.

Susteran Fransiskus Semarang
foto: dokumentasi pribadi (2015/2016)

Saya buat singkat saja, ya, sharingnya. Semoga Teman Jalan ada kesempatan ikut rute ini karena memang banyak yang bisa digali dari sejarahnya, relnya saja ada ceritanya gimana gak menarik coba. Jumpa lain waktu di rute yang lain, ya!


Yuk, jalan!

Speak yourself
💜

Komentar