OEI TJIE SIEN, AYAH SANG RADJA GOELA SEMARANG

Hai, Teman Jalan!

Lama tidak berjumpa di sini, sebentar saya bersihkan debu di sini. Semoga Teman Jalan selalu sehat dan bahagia, ya.

Pada tanggal 27 Februari 2022 saya ikut walking tour rute spesial Oei Tjie Sien, cuaca hari itu panas seperti biasa. Baru saya tulis di blog di bulan ini karena lumayan sibuk dengan kegiatan pribadi. Oei Tjie Sien itu siapa, sih? Penasaran, kan? Yuk, kita jalan-jalan bareng untuk tahu perjalanan hidup dan bisnis beliau di Semarang. Siapa tahu bisa memotivasi Teman Jalan menjadi kaya raya seperti beliau. Amin.

Semarang Walk Tour
OEI TJIE SIEN

Rute Oei Tjie Sien: titik temu di Sam Poo Kong ➝ Kanal Banjir Barat ➝ Pamularsih ➝ Jalan Pamularsih Dalam I ➝ komplek Rumah Oei Tjie Sien ➝ titik akhir di Sam Poo Kong

Saya cerita tentang yang ingin saya soroti, ya, yaitu Sam Poo Kong, Oei Tjie Sien, dan komplek rumahnya yang menjadi simbol kekayaan orang Tiongkok pada masanya. Jangan setengah-setengah menjadi orang kaya raya 😁

Sam Poo Kong

Dulunya tempat ini adalah Pecinan di Semarang luasnya dari area parkiran Sam Poo Kong hingga bukit Simongan. Saya belum pernah masuk ke Sam Poo Kong seumur-umur hanya lewat dan di parkirannya saja, hehe. Pada tahun 1400-an terkenal dengan adanya Ekspedisi Cheng Ho yang dikabarkan mendarat di Sam Poo Kong, inilah alasan Sam Poo Kong menjadi Pecinan lama di Semarang. Ekspedisi Cheng Ho ini masih harus dikaji dan dibuktikan valid atau tidaknya kabar tersebut benarkah Cheng Ho mendarat di Sam Poo Kong?. Bahasan ini bisa kalian baca di Bergota Semarang, siapa tahu ada yang mau diskusi lebih lanjut dengan catatan Teman Jalan akan kesulitan mendapatkan arsip dokumen pada tahun tersebut apalagi dengan rentang waktu 300-an tahun. 

Banyak versi mengenai Ekspedisi Cheng Ho, ada yang mengatakan setelah berlayar dari Cirebon lanjut mendarat di Semarang, Cheng Ho ikut mendarat di Semarang, lalu ada versi lain menyebutkan hanya wak kapalnya saja yang mendarat yang katanya awak kapalnya sakit, hanya nahkoda kapal saja yang turun, dan masih banyak versi lainnya. Dari peristiwa Ekspedisi Cheng Ho yang dikatakan hebat pada masanya, kebudayaan Tionghoa mulai dikenal. Jadi memang harus ada kajian dan penelitian ulang agar ada informasi yang valid, terbukti benar. Sumber primer ada tapi sumber sekunder berupa arsip dokumen belum bisa dikatakan valid jika sekadar bersumber dari "katanya".

Orang-orang dalam bagian Ekspedisi Cheng Ho yang dikabarkan turun dan menetap di Semarang membuat sebuah goa yang dikenal dengan Gedong Batu. Goa ini digunakan sebagai tempat ibadah untuk para penganut berbagai kepercayaan atau agama sehingga dengan berjalannya waktu menjadi tempat ibadah yang besar.

Sam Poo Kong juga memiliki kaitan dengan peristiwa Geger Pecinan pada tahun 1740 di Semarang disebabkan rasa sentimen pada masyarakat Tionghoa. Akibat dari Geger Pecinan ini, masyarakat Tionghoa dipindahkan ke satu kawasan yaitu lokasi Pecinan Semarang yang kita kenal sekarang ini. Selanjutnya, Sam Poo Kong menjadi daerah kekuasaan orang-orang Armenia. Masyarakat Tionghoa yang ingin beribadah di Sam Poo Kong harus membayar biaya, ya, seperti tiket masuk gitu.

Tanah dari Kanal Banjir Semarang sampai area Kalibanteng akhirnya dibeli oleh seorang pebisnis kaya raya, Oei Tjie Sien, lalu tanah di area Sam Poo Kong ini dihibahkan beliau untuk membebaskan warga Tionghoa yang ingin beribadah tanpa perlu membayar biaya. Sam Poo Kong juga berkembang dengan memiliki Yayasan Sam Poo Kong yang bergerak dalam bidang edukasi, wisata, dan bakti sosial.

Oei Tjie Sien

Oei Tjie Sien (1835-1900), selanjutnya saya tulis dengan OTS, adalah seorang imigran dari Tong An di distrik Ch'uanchou, Provinsi Fukien. Ia terlibat dalam Pemberontakan Taiping, dan terpaksa melarikan diri dari Tiongkok. Menurut story teller saat itu terjadi perang yang sangat sengit antara penganut ajaran agama baru dengan orang-orang lokal yang masih menganut kepercayaan yang kental. OTS berada di pihak penganut ajaran agama baru. Selanjutnya Pemerintah pada masa itu berusaha menghentikan penganut ajaran agama baru yang dianggap sebagai penistaan kepercayaan sehingga Pemerintah melakukan penumpasan terhadap para pengikut ajaran agama baru tersebut. 

Sekitar tahun 1858 ia tiba di Semarang dengan berbagai versi cerita yaitu berlayar dari kapal ke kapal, menumpang kapal pelayaran langsung dari Tiongkok ke Semarang, sedangkan versi dari Oei Hui Lan dalam buku Konglomerat Oei Tiong Ham mengatakan bahwa OTS hanya bermodal pakaian yang dipakai tanpa uang menumpang kapal apapun tanpa peduli ke mana tujuan kapal itu yang ternyata setelah tiga bulan pelayaran mereka tiba di pelabuhan Semarang. Mungkin sudah takdir beliau datang di Semarang.

Menurut story teller, OTS memulai karirnya sebagai kuli panggul di pelabuhan, kalau pegawai distributor/grosir/ritel jaman sekarang pasti tahu dengan sebutan KP-KP (baca:kape-kape; kuli panggul), dan tenaga serabutan. Dalam buku Konglomerat Oei Tiong Ham, Oei Hui Lan mengisahkan bahwa kakeknya, OTS, juga bekerja sebagai penjual keliling perabotan dan mangkok keramik, jaman sekarang orang menyebutnya reseller. Pada masa itu beliau tinggal di Gambiran Pecinan Semarang.

Seiring berjalannya waktu OTS menjadi seorang penagih pajak dari orang Belanda yang membuka rekrutmen pekerjaan tersebut. Pada masa kependudukan Belanda, masyarakat Tionghoa banyak berprofesi sebagai penagih pajak atau penagih biaya-biaya pada masyarakat umum dari berbagai latar belakang budaya dan sosial seperti Gujarat di Pekojan, Melayu, dan lainya. Hal ini disebbakan karena masyarakat Tionghoa dikenal ulet bekerja dan pandai dalam pembukuan. Orang Jawa bilang "ubet golek duit". Saya berimajinasi orang Tionghoa sedang pembukuan pakai sipoa/sempoa seperti di film kolosal Tiongkok 😁 . Dari pekerjaan sebagai penagih pajak, utang, atau biaya lainnya maka timbul ungkapan bahwa orang Tionghoa tegas dalam urusan keuangan.

OTS tidak menyia-nyiakan kesempatan bekerja sebagai penagih pajak, dari pekerjaan tersebut OTS banyak mempelajari alur keuangan, hubungan bisnis, dan pembukuan. Inilah yang menjadikan OTS sebagai pebisnis kaya raya di Semarang. Kesempatan terbuka bagi beliau menjadi seorang penjual opium yang saat itu menjadi bisnis terbesar di Semarang sepadan dengan produksi gula. Namun hanya penjual tertentu saja yang memiliki ijin dagang opium dan banyak aturan perdagangan opium yang harus dilakukan. Sampai pada akhirnya beliau sukses menjadi pebisnis papan atas opium di Semarang, Jepara, Surakarta, dan wilayah-wilayah lain sekitar Semarang.

Tidak sampai di situ saja, bisnis OTS berkembang dengan mendirikan perusahaan dalam bentuk kongsi dagang Kian Gwan pada tahun 1863. Kian Gwan tampak agak luar biasa adalah terdaftarnya Kian Gwan pada pemerintah setempat karena pada masa itu sampai saat ini banyak kongsi yang didirikan hanya secara lisan dan tidak terdaftar yang disebut Kongsi Mulut. Dalam buku Konglomerat Oei Tiong Ham, pada saatnya Kian Gwan diproyeksikan sebagai embrio atau cikal bakal perusahaan modern yang kelak dikenal sebagai Oei Tiong Ham Concern, yang kita kenal sekarang ini sebagai PRI (PT Rajawali Nusindo). Perusahaan turun-temurun dari manajemen bisnis tradisional yang berubah menjadi manajemen bisnis modern di tangan anaknya, Oei Tiong Ham.

From zero to uncountable wealth 👍

Komplek Rumah Oei Tjie Sien

Ini, nih, yang paling ditunggu. Sebenarnya sudah lama ada teman mengunggah foto rumah OTS lengkap dengan alamatnya tapi masih belum tahu arahnya ke mana. Area komplek rumahnya dari ujung bawah gang Jl. Pamularsih Dalam I sampai naik ke bukitnya.

Sepanjang jalan gang ini Teman Jalan dapat melihat bekas-bekas komplek rumah OTS yaitu susunan batu bata perusahaan Venlo untuk batas-batas tamannya dan lempengan batu granit yang langsung didatangkan dari Tiongkok sebagai bahan jalan berundak-undak menuju rumahnya di atas bukit. Batu bata-batu bata tersebut dibuat dengan teknologi canggih pada masanya dengan bahan terbaik, dicetak sangat padat, lalu dibakar dengan suhu yang sangat tinggi, lalu dilapisi dengan cat lapis khusus sehingga batu bata-batu bata itu tidak mudah hancur, awet sampai sekarang. Harga per biji batu bata bernilai dari puluhan sampai ratusan gulden pada masanya. 

Susunan batu bata Venlo
foto: dokumentasi pribadi

Lempeng batu granit di jalan komplek rumah OTS
foto: dokumentasi pribadi

Apakah OTS berjalan kaki ke rumahnya? O, tentu tidak, beliau naik kuda. Beberapa pekerja pembangunan komplek rumah OTS didatangkan langsung dari Tiongkok untuk membuat komplek rumah yang cantik sesuai dengan keinginan OTS. Oei Hui Lan juga mengatakan bahwa OTS pun ikut terlibat mengerjakan komplek rumahnya. Jadi OTS membuat makamnya dulu kemudian rumahnya. OTS merancang beberapa kolam dangkal untuk beraneka ragam jenis bunga teratai dari Tiongkok. OTS juga memiliki hobi mengawin-silangkan tanaman.

Kalau boleh jujur, kondisi bekas rumah OTS sangat kumuh tidak terawat padahal pemandangannya bagus dilihat dari titik lokasi rumahnya yang diapit laut dan gunung. Sayangnya lagi perijinan untuk berkunjung di sekitar area ini sulit karena warga sekitar khawatir mengira bahwa Teman Jalan yang ikut walk tour atau sedang survei penelitian adalah bagian dari kelompok yang akan mengusir mereka. Lapor dulu ke Pak RT dengan membawa surat ijin sebelum Teman Jalan datang, jangan sembarangan foto-foto rumah dan warga yang tinggal di situ tanpa ada pengantar ijin tertulis. Kalau penelitian mohon pendampingan Pak RT selama kalian melakukan dokumentasi penelitian. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Bagaimana pun tetap harus legal untuk kunjungan atau penelitian, ya, Teman Jalan.

Bekas rumah Oei Tjie Sien
foto: dokumentasi pribadi

Bagian samping rumah Oei Tjie Sien
foto: dokumentasi pribadi

Oh ya, ada hal lain yang menarik perhatianku adalah rumah warga sekitar memiliki sistem aliran gas perumahan seperti luar negeri, tidak pakai tabung gas. Belajar pengelolaan sistem gas perumahan tidak perlu jauh ke luar negeri, Semarang juga ada.

Mbak Nadin sedang menjelaskan sistem gas perumahan
foto: dokumentasi pribadi


Sampai jumpa di jalan-jalan berikutnya!

Yuk, jalan!


Sumber:
  • Bersukaria Walk
  • Kunio, Yoshihara. 1991. Konglomerat Oei Tiong Ham: Kerajaan Bisnis Pertama di Asia Tenggara. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Speak yourself 
💜

Komentar