Berhujanria bersama Bersukaria Walking Tour

Hi, guys!

Hari Sabtu, 13 April 2019 menandakan come back saya ikut jalan-jalan Semarang Walking Tour lagi setelah sekian purnama gak ikut. Bertepatan juga jadwal kuliah hari Sabtu kosong, jadi bisa memanfaatkan waktu.

Storyteller kali ini adalah mbak Tiwi, seru banget! hujan gak menyurutkan semangatnya untuk memandu kita jalan-jalan. Baru kali ini saya ikut Bersukaria Walking Tour berhujanria jadi punya pengalaman tersendiri karena sebelumnya selalu berjodoh dengan panasnya Semarang. Walau hujan tetap jalan? Iya, hujan air belum hujan uang jadi tetap jalan, he he. Kuat? Kuat, say. Sesuai dengan nama walking tour Bersukaria jadi bawaannya sukaria, happy!

Semarang Walking Tour

SIMPANG LIMA


Rute walking tour Simpang Lima: Masjid Raya Baiturrahman ➝ Restoran Semarang ➝ Jalan Pandanaran & Taman Pandanaran ➝ GOR Tri Lomba Juang ➝ Taman Indonesia Kaya (Taman KB) ➝  daerah Pascasarjana UNDIP Erlangga ➝ berakhir di Lapangan Pancasila Simpang Lima.

Saya belum pernah ambil rute ini jadi begitu ada kesempatan langsung daftar. Saya ikut jadwal yang reguler, kalian bisa lihat jadwal & rute walking tour di Semarang Walking Tour. Kita bisa tahu sejarah tempat-tempat di rute yang kita ikuti dan hal-hal sederhana yang sering kita lewatkan ternyata sangat menarik untuk diketahui. Sering kita begini "ooooh, gitu ternyata", tenang... saya juga begitu.

Saya ambil tiga lokasi yang paling menarik perhatian bukan berarti tempat lain gak menarik, ya. Yuk mari dibaca!

Masjid Raya Baiturrahman

Titik temu di Masjid Raya Baiturrahman tepatnya di bawah tangga masjid karena butuh berteduh dulu sebelum mulai jalan-jalan. Hal yang paling menarik untuk saya di sini adalah ada ATM Beras yang berisi beras tentunya. ATM Beras ini disediakan bagi kaum dhuafa, mereka mendapatkan kartu 'ATM' yang berlaku seumur hidup, masing-masing pemegang kartu tersebut hanya boleh mengambil 2 liter beras sekali ambil sesuai jadwal pengambilan yang telah ditentukan dan total pengambilan 50kg seumur hidup mereka. Bagi saya, sistem ATM Beras tersebut sangat membantu mereka yang kurang mampu dan memudahkan donatur mendistribusikan beras untuk kaum dhuafa.

Jalan Pandanaran

Tahun 1914 diadakan acara besar Koloniale Tentoonstelling atau Pasar Sentiling oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai peringatan 100 tahun kemerdekaan kerajaan Belanda dari Perancis. Ada pertentangan dari banyak pihak terkait Pasar Sentiling ini karena perayaan ini diadakan di tanah jajahan dianggap sebagai penghinaan. 

Pasar Sentiling merupakan pameran besar skala internasional, peserta pameran membuat paviliun masing-masing sesuai dengan negara asal contohnya Tiongkok, Jepang, dll, atau daerah asal  Indonesia contohnya Minangkabau, Aceh, dll. Jadi stan pameran mereka bukan kotak ukuran 2x3m atau ukuran standar lainnya seperti masa kini tapi benar-benar bangunan paviliun. Areanya mencakup kawasan jalan Pahlawan, Gergaji, Pandanaran dan Siranda. Gak hanya pameran, pertunjukan kesenian pun diadakan di Pasar Sentiling. 

gambar: koleksi Tropenmuseum

gambar: koleksi Tropenmuseum

gambar: koleksi Tropenmuseum

Bagus-bagus ya paviliunnya, kalau anak jaman sekarang menyebutnya Instagramable cocok untuk foto-foto di Instagram. Bagaimana kalau buat Pasar Sentiling lagi seperti aslinya pada tahun 1914? hm... dana & tempat dulu, bos.

Saat mbak Tiwi bercerita tentang Pasar Sentiling, saya tertarik dengan dibukanya jalur trem ke Pasar Sentiling untuk memudahkan peserta dan pengunjung datang ke Pasar Sentiling. Transportasi yang mudah dapat menarik minat pengunjung lebih banyak, sama seperti masa kini jika kita ingin bepergian pasti yang sering kita perhatikan adalah transportasi dan aksesibilitas lainnya apalagi tempat yang akan kita tuju direkomendasikan banyak orang.

Taman Pandanaran

Foto: Bersukariawalk

Dulu lokasi ini adalah pom bensin yang akhirnya tutup lalu dimanfaatkan untuk taman publik. Di taman ini terdapat patung Warak Ngendog (Jawa: Warak bertelur) walau gak ada telurnya. Warak adalah hewan dengan citra imajinasi berkaki empat, berkepala naga simbol etnis Tionghoa, berleher unta simbol etnis Arab, dan berbadan kambing simbol etnis Jawa. Warak sebagai simbol akulturasi budaya sama seperti Semarang sebagai kota multikultur yang penduduknya hidup secara berdampingan.
Bagaimana dengan telurnya? Telur sebagai simbol hasil kesabaran kita saat berpuasa selama bulan Ramadhan. Dua hari sebelum bulan Ramadhan, ada arak-arakan Warak sepanjang jalan Pemuda sampai di Pasar Johar.
---------------------------

Selain berkesan karena berhujanria, jalan-jalan kali ini saya dapat dua teman baru dari Bandung dan dua teman baru dari Semarang. Ternyata salah satu teman baru dari Bandung tinggalnya gak jauh dari tempat tinggalku dulu di Bandung, obrolan kami tentang macetnya Lembang yang makin parah. Kemarin ngobrol dengan teman-teman dari Bandung pakai bahasa Indonesia otomatis dialek kita jadi Sunda banget, berasa seperti kumpulan orang Sunda di tanah rantau. Bersukariawalk gak hanya kasih teman baru tapi bikin dunia juga jadi sempit!. Terima kasih, ya!

Foto: Bersukariawalk

Kalau ada kesempatan untuk jalan-jalan di kota yang kalian tuju & waktunya sangat cukup coba ikut walking tour setempat biar bisa mengenal kota tersebut lebih dalam lagi dan punya pengalaman berbeda dari teman-teman lain. 

Silakan mampir ke Semarang! 😉


Speak Yourself
💜