Rute C10: Depan kiri, Pak!

Halooo!

24 Agustus 2019 Sabtu sore saya ambil Rute C10 yang bulan lalu saya batalkan karena ada kelas hari Minggu. Jalan-jalan keliling dengan Bersukaria Walk di sekitar kantor saya dulu. Hampir tiga tahun kerja di kantor Telkom Group Jalan MT. Haryono tapi minim informasi mengenai sejarah di sekitar Peterongan.

Ke mana saja selama bekerja di sana, wahai kau adinda?. Memang dulu juga belum ada rute walking tour keliling Peterongan, makanya saya ikut senang Bersukaria Walk rutenya sudah ke mana-mana sekarang ini. Palu gada, apa yang lu butuh gue ada.

Kami dibagi dalam dua grup yaitu grup pertama dengan mbak Tiwi dan grup ke dua dengan mbak Tia. Kali ini ditemani mbak Tiwi uwu! Lama tidak dipandu mbak Tiwi 😉. 

Saya panggil kalian para pembaca dengan Teman Jalan saja, ya, lebih nyaman memanggil kalian seperti itu. Teman Jalan pasti penasaran C10 itu apa sih? C10 adalah trayek angkutan umum Banyumanik-Johar PP, hanya satu-satunya angkutan umum yang melayani trayek tersebut. Tenang, kami tidak jalan kaki dari Banyumanik ke Johar atau sebaliknya, bahkan tidak naik angkutan umumnya untuk berkeliling.

Orang Semarang juga punya keunikan mengenai angkutan umum yaitu selalu memperhatikan trayek dari warna bagian bawah mobilnya bukan nomor trayeknya misalnya trayek C10 oranye-biru navy Banyumanik-Johar PP, trayek C8 oranye-putih Karangayu-Penggaron PP, dll. Biasanya kalau ada orang bertanya trayek langsung dijawab dengan menyebut warnanya misal "Oh, naik yang putih", "Nanti sambung yang biru", dst jadi Teman Jalan tidak bingung lagi kalau naik angkutan umum di Semarang.

Cusss mari kita jalan-jalan!

Semarang Walking Tour

RUTE C10


Rute C10: Titik temu di Bangkong Plaza ➝ Kantor Pos dan Giro Bangkong ➝ Gereja Keluarga Kudus di Atmodirono ➝ Omah Kendi ➝ SMA Sultan Agung ➝ Sedes Sapientiae ➝ Gelatto Matteo ➝ Balai Pengobatan GKI Peterongan ➝ Vihara Sasana Santi ➝ Pasar Peterongan ➝ Metro Plaza ➝ Masjid Jami' Al-Amanah ➝ Jomblang ➝ Java Mall.

Ternyata setelah dijalani objeknya banyak hampir sama seperti rute Multikultural (rute terpanjang sepanjang jalan kenangan) tapi di rute ini jarak antarobjek berdekatan jadi Teman Jalan tidak perlu khawatir jalan jauh, mau istirahat sebentar tinggal bilang ke story teller. Kami istirahat di depan Sedes Sapientiae sambil diceritakan sejarahnya oleh mbak Tiwi dan di Masjid Jami' Al-Amanah menunggu teman-teman yang melaksanakan shalat.

Saya ceritakan objek-objek yang menurut saya menarik karena kalau diceritakan semua bakal panjang. Kalau mau tahu lebih detil, yuk ikut Bersukariawalk!

Kantor Pos dan Giro Bangkong

Kantor Pos & Giro Bangkong
Foto: dokumentasi pribadi

Kantor Pos Bangkong ini dulunya adalah kantor pos cabang pembantu sedangkan kantor pos besar di kota Semarang ada tiga yaitu Kantor Pos Besar di Jalan Pemuda yang lebih dikenal dengan Kantor Pos Johar, Kantor Pos Candisari, dan Kantor Pos Karangturi. 

Kantor Pos Bangkong berlokasi tepat di tikungan perempatan Jalan MT. Haryono-Jalan A. Yani.  Tidak banyak orang memperhatikan bahwa di tikungan ini ada kantor pos karena bangunannya tidak besar. Sekalipun bercat oranye khas kantor pos tetap saja orang tidak terlalu memperhatikan.

Gereja Keluarga Kudus di Atmodirono

Gereja Keluarga Kudus
Foto: dokumentasi pribadi

Gereja ini didirikan pada tahun 1939 dengan bantuan Romo Wilkens. Dilihat dari runutan sejarahnya gereja ini merupakan gereja ke empat, setelah Gereja Gedangan, Gereja Katedral, dan Gereja Karangpanas. Dulu para jemaat melakukan ibadah misa di Kapel Sedes, karena jemaatnya bertambah banyak maka dilakukanlah pembangunan gereja ini. 

Keunikan dari gereja ini adalah ada Gua Maria tanpa Via Dolorosa (Jalan Salib). Biasanya setiap gereja atau tempat ziarah Gua Maria dapat dipastikan ada rute Jalan Salib, tapi di gereja ini tidak ada Jalan Salib. Suasananya adem dan hening.

Gua Maria
Foto: dokumentasi pribadi

Omah Kendi (Rumah Kendi)

Rumah bentuk kendi atau rumah kolektor kendi? Bukan. Disebut Omah Kendi karena ada kendi air minum di luar rumahnya, pemilik rumah yang menyediakannya. Baik, ya 💜. Rumah ini sekarang difungsikan sebagai indekos, indekos legendaris dengan kendi air minumnya.

Saya ingat cerita Ibu tentang canggah dan buyut, rumah mereka jaman dulu menyediakan kendi air minum di depan rumahnya. Kalau tidak ada kendi, pakai gentong tanah liat dilengkapi gayung batok kelapa. Sekarang jamannya tap water biar kekinian.

Kendi Air Minum
Foto: dokumentasi pribadi

Siapa saja yang lewat boleh minum atau isi ulang botol air minum yang dibawa, gratis!. Ingat, kendinya jangan dibawa pulang. Pemilik rumah ini mempunyai tujuan ingin berbagi rejeki lewat air minum untuk mereka yang lewat di depan rumahnya. 

Membayangkan pengelana, musafir atau pendekar lewat di depan rumah terus mampir minum seperti grup saya, para pendekar dari Perguruan Alon-alon Asal Kelakon by Bersukariawalk, haha. Saat berkunjung hanya ada satu kendi biasanya ada empat kendi masing-masing dua kendi di kanan dan kiri pagar rumah. Kalau kendinya kosong berarti Teman Jalan kurang beruntung, coba lagi lain waktu.

SMA Sultan Agung

Sebelum masuk perkampungan, mbak Tiwi bercerita mengenai Be Biauw Tjwan (Be Bio Cwan). Beliau adalah seorang tuan tanah dan pedagang kaya raya pada masanya, sebut saja beliau seorang crazy rich. Apakah beliau sekaya raya Oei Tiong Ham? Oo ternyata beliau lebih crazy rich dari pada Oei Tiong Ham.

Istananya dahulu terletak di kompleks pertokoan bekas Gedung Bioskop Grand membentang terus sampai ke Jalan Seroja, tidak hanya itu Komplek Kebondalem juga merupakan istana dari Keluarga Be. Ini baru kediaman beliau, belum dengan bisnisnya yang selalu cuan. Nama adalah doa, siapa tahu dari Teman Jalan mau menamai anaknya Cuan biar terus lancar rejekinya.

Bisnis beliau yang paling utama adalah opium, yup! sama seperti bisnis Oei Tiong Ham. Tidak bisa dipungkiri bahwa memang opium adalah komoditi perdagangan yang paling membawa keuntungan dan legal pada masanya.

Seperti Oei Tiong Ham, nama beliau pernah menjadi nama jalan di Semarang yaitu Jalan Be Biauw Tjwan yang sekarang menjadi Jalan D.I. Panjaitan dimana dibangun rumah-rumah untuk kemudian disewakan.

Be Biauw Tjwan
Sumber gambar: Bersukaria Walk

Kawasan SMA Sultan Agung Peterongan dulunya adalah komplek makam Tionghoa sesuai dengan karakter komplek makam Tionghoa yang berbukit. Tiang penanda batas komplek makam Tionghoa ada di pekarangan luar SMA Sultan Agung Peterongan. 

Selain tiang penanda, gerbang SMA Sultan Agung juga dulunya adalah gerbang masuk komplek pemakaman Tionghoa, bentuknya megah dan estetik. Gerbang yang sekarang ini masih sama posisinya hanya mengubah bentuk menyesuaikan lingkungan.

Sumber gambar: Bersukariawalk

Now & Then: Gerbang SMA Sultan Agung
Foto: dokumentasi pribadi

Saat geger Pecinan, makam-makam Tionghoa tersebut tidak terurus bahkan ditinggalkan oleh keturunannya sehingga dari waktu ke waktu warga lokal memanfaatkan tanah tersebut menjadi hunian tetap dan menjadi hak milik.

Sebelum sampai di SMA Sultan Agung, kami terlebih dulu menyusuri perkampungan. Ada satu bong di antara rumah warga, sangat mencolok karena besar dan tidak biasa. Saya dan teman-teman mengira itu adalah makam orang seperti pada umumnya, haha, ternyata bukan pemirsaaaa~. Mbak Tiwi bilang bahwa itu makam kuda... iya, makam kuda... bukan anjing atau kucing. Salah satu keunikan orang Tionghoa adalah memakamkan binatang peliharaan kesayangan mereka juga. Hm...  terbayang Momo dan Mimi dua kura-kura kesayangan saya dibuatkan bong seperti itu.

Sedes Sapientiae

Foto: dokumentasi pribadi

Ceritanya gloomy, sedih. Saya ceritakan secara singkat, ya. Sebelum dijadikan sekolah, Sedes Sapientiae sempat dijadikan kamp interniran pada masa penjajahan Jepang. Warga Indonesia dan Belanda dikumpulkan di kamp interniran untuk dijadikan pekerja paksa tanpa diberi makan dan kebutuhan hidup yang layak.

Teman saya pernah bercerita bahwa salah satu anggota keluarganya pada masa penjajahan Jepang dulu pernah dibawa ke kamp interniran lalu dibawa ke luar Semarang menggunakan kereta api. Beliau tidak diberi makan layak sehingga berusaha keras agar bisa bertahan hidup tidak mati kelaparan yaitu dengan berpindah gerbong diam-diam dan memakan sisa-sisa makanan yang tercecer bahkan sisa buangan tulang pun dimakan.

Setelah Jepang lepas dari Indonesia, warga Belanda memiliki kebebasan untuk pulang ke negaranya atau tetap tinggal di Indonesia berbaur dengan warga Indonesia.

Vihara Sasana Santi

Vihara ini unik karena dalam satu vihara terdapat dua agama yaitu Buddha dan Konghucu. Vihara ini dibangun pada tahun 1993 dengan menggabungkan dua agama yang berbeda karena pembangunan rumah ibadah harus memenuhi aturan jumlah minimal jemaat di lingkungan tersebut.

Vihara Sasana Santi
Foto: dokumentasi pribadi

Saat ke sini, saya membatin geli karena saya baru tahu bahwa lokasi vihara ini tepat di belakang kantor saya dulu, tinggal panjat tembok parkiran sudah sampai di vihara. Ampuuuun, manusia gua banget 😔.

Pasar Peterongan

Mbak Tiwi-Story Teller Bersukariawalk
Foto: dokumentasi pribadi

Interior Pasar Peterongan
Foto: dokumentasi pribadi

Konstruksi bangunannya masih sama tidak ada yang berubah. Kalau tidak diperhatikan lebih teliti Teman Jalan akan mengira ini adalah rancangan Thomas Karsten, hihi, ini bukan rancangan beliau.

Ciri khas bangunan pasar tradisional rancangan Thomas Karsten memiliki bentuk pilar mushroomkonstruktie (berkonstruksi cendawan; jamur) seperti Pasar Johar, Pasar Bulu, dan Pasar JatingalehUniknya Pasar Peterongan adalah setiap los kios diberi keterangan misalnya los Sembako, Pakaian, dll seperti di supermarket jadi Teman Jalan tidak kesulitan mencari kebutuhan.

Di depan Pasar Peterongan ini ada pohon ikonik, pohonnya punya nama juga lho, namanya pohon Punden Mbah Gosang.

Pohon Punden Mbah Gosang
Foto: dokumentasi pribadi

Di bagian belakang area pohon ini ada kendil sajen dan ruang khusus untuk menempatkan sajen. Pekerja pasar tradisional Peterongan masih memiliki kepercayaan tradisional, hal itu dilakukan untuk menghormati segala hal yang hidup dan untuk keselamatan.

Foto: dokumentasi pribadi

Foto: dokumentasi pribadi

Mohon Teman Jalan jangan merusak propertinya karena bagaimana pun sebagian dari budaya kita adalah hasil akulturasi, masih ada nilai budaya tradisional yang dilakukan dan tetap berjalan di dalam kehidupan sehari-hari.

Masjid Jami' Al-Amanah

Masjid Jami' Al-Amanah
Foto: dokumentasi pribadi

Masjid ini dibangun pada tahun 1933 masih dengan konstruksi yang sama. Di sini ada plakat mengenai pembangunan masjid dengan huruf arab pagan. Lantainya juga masih sama, sekarang tegel dengan motif dan warna yang sama sulit didapat.

Plakat Pendirian Masjid Jami' Al-Amanah
Foto: dokumentasi pribadi

Sedikit tips dari kunjungan saya di Jepara dulu tentang tegel jadul: bersihkan lantai bertegel jadul dengan ampas kelapa supaya warna dan motifnya tetap bagus.
----------

Rute ini bikin mood saya dari netral asyik-asyik saja jadi naik pelan-pelan sampai bisa nyaman banget karena jalan dengan teman-teman yang seru, santai, mau berbaur dan komunikasi. Seru tidak harus berisik. Mau "veteran", langganan, beberapa kali ikut, atau baru ikut kalau sudah jalan bareng sama semua statusnya menjadi peserta walking tour

Kalau Semesta mengijinkan semoga kita dipertemukan lagi di rute lainnya atau janjian jalan-jalan bareng satu grup lagi 😁.

Saya beri nama Grup Golden Hour Alon-alon Asal Kelakon, grup kami jalannya santai tidak terburu-buru dan bisa selesai tepat waktu. Kami tidak banyak menghabiskan waktu berswafoto di setiap objek, berswafoto seperlunya saja. Menikmati momen itu perlu, eeaaa~. 

Foto: Bersukariawalk

Foto: Bersukariawalk

O ya, ada momen yang membuat saya terharu. Sambil menunggu teman-teman yang shalat, kami istirahat sambil ngobrol ringan. Saya menyimak cerita salah satu peserta yang berusaha mengikuti semua rute Bersukaria Walk karena ingin punya kenangan sebelum dia pindah tugas kerja. Pantas dia rajin ikut dan beberapa kali bertemu karena bertujuan seperti itu.

Jujur, rasanya nyesss di hati karena tujuan teman-teman mengikuti walking tour tidak hanya sekadar menghabiskan akhir minggu dengan jalan-jalan tapi ada tujuan khusus yaitu menciptakan kenangan. Semoga dia bisa menciptakan kenangan walking tour seperti yang dia inginkan, peluk!

Foto: Bersukariawalk

Thank you, mbak Tiwi!

Foto: dokumentasi pribadi

Sampai bertemu di rute-rute lainnya!

Depan kiri, Pak!
Yuk, jalan!




Speak Yourself
💜