Setengah Jalan Jalan-jalan Tour de Java

Selamat sore!

Semoga kalian tidak bisa bosan dengan saya, hehe. Bagaimana kabar kalian? Apakah ada hal-hal baru di hari kalian?

Sabtu, 17 Agustus 2019 saya ikut jalan-jalan rute spesial Tour de Java. Awalnya saat baca jadwal rute Tour de Java dari Bersukariawalk disebutkan kalau ini adalah Museum Visit, saya pikir kami akan berkunjung ke Museum Ronggowarsito. Lalu saat konfirmasi kehadiran peserta lewat grup Tour de Java saya baca kalau titik kumpulnya di Maerokoco, oh ternyata jalan-jalan keliling anjungan di Maerokoco. Tidak jadi masalah, yang penting jalan-jalan.

Saya tidak ingat apakah ini kali pertama atau ke dua mengunjungi Maerokoco sampai saya tanya Ibu apakah saya pernah ke Maerokoco waktu kecil, haha. Ibu juga tidak ingat, jadi saya anggap ini kali pertama saya ke Maerokoco. Setidaknya saya seorang nomaden asal Semarang sudah pernah masuk ke Maerokoco 😁.

Semarang Walking Tour

TOUR DE JAVA

Tiket masuk Maerokoco Rp10.000/orang, loketnya sebelum masuk area parkir. Aksesnya juga mudah kalian bisa menggunakan kendaraan pribadi, ojek atau taksi daring, dan BRT.

Titik temu peserta di anjungan Surakarta pukul 15.30. Setelah ada beberapa peserta yang kumpul lalu peserta dibagi dalam tiga kelompok sesuai dengan warna kertas yang diberikan storyteller yaitu pink, hijau, dan biru. Awalnya saya mendapat kelompok pink tapi ada satu peserta ingin bertukar kelompok jadi saya mengajukan diri untuk bertukar dengan dia.

Rute Tour de Java di Maerokoco mengelilingi anjungan kota dan kabupaten yang ada di Jawa Tengah. Saya hanya ikut sampai anjungan Boyolali karena sudah dijemput pukul 18.32.

Maerokoco ini masih mempertahankan bangunan lama jadi setiap ikon anjungan pun masih menggunakan tempat wisata hits pada jamannya sekitar tahun 1993 yang sekarang ini sudah tidak beroperasi (koreksi jika salah). Letak setiap anjungan disesuaikan dengan topografi Jawa Tengah. Hebat loh storyteller yang mendampingi kami di Maerokoco bisa cerita tentang anjungan yang banyak itu dalam waktu yang singkat karena tiap anjungan jaraknya berdekatan.

Seru keliling Maerokoco, tapi sayang banyak anjungan yang kurang perawatannya hanya anjungan-anjungan tertentu yang bagus perawatannya karena sering disewa untuk pertemuan.
Saya ceritakan anjungan-anjungan yang saya ingat saja, ya, hehe.

Anjungan Magelang yang membuat peserta kelompok saya berpikir, tebak-tebak buah manggis waktu mbak Astrid storyteller kelompok kami bertanya "kenapa Gunung Tidar disebut Paku (pulau) Jawa?". Saya langsung jawab karena letak Gunung Tidar tepat di tengah Pulau Jawa, untung benar kalau tidak saya 'kan jadi malu sendiri 😅.

Menurut mbak Astrid Gunung Tidar disebut sebagai Paku (pulau) Jawa karena selain terletak persis di tengah Pulau Jawa, Gunung Tidar dipercaya sebagai penyeimbang pulau Jawa agar terhindar dari bencana. Siapa tahu kalian ada kuis tentang Gunung Tidar kalian bisa jawab atau kasih tebak-tebakan ke teman.

Kalau saya suka dengan Anjungan Wonosobo karena bangunannya unik dan berkesan kolonialnya.  Geser sedikit ada Anjungan Banjarnegara, di anjungan ini ada penjual es dawet Banjarnegara Rp5.000/cup laris manis!

Anjungan Wonosobo
Foto: dokumentasi pribadi

Anjungan Wonosobo
Foto: dokumentasi pribadi

Anjungan Pemalang juga unik karena memiliki peta tempat hiburan di Pemalang misalnya bioskop, biliard, dan lain-lain, sangat disayangkan karena ruangannya ditutup sehingga kami tidak bisa masuk untuk melihat secara langsung peta tersebut.

Kalau teman-teman ingin naik ke atas Benteng Pendem di anjungan Cilacap harap berhati-hati karena tangganya curam. Naiknya mudah tapi turunnya tetap hati-hati terutama untuk anak-anak, hati-hati juga dengan kabel yang melintang di atas Benteng Pendem karena saat saya berdiri kabel itu tepat di atas kepala saya.

Jalan-jalan di Maerokoco kali ini untuk saya sendiri kurang menarik karena kondisi tempatnya dan waktunya yang kurang tepat karena dilaksanakan pada sore hari sampai malam hari di atas pukul 18.00. Saya kurang tahu selesainya pukul berapa karena teman-teman masih melanjutkan keliling anjungan saat saya pulang duluan.

Tempatnya kurang penerangan di atas pukul 18.00, penerangan hanya ada di titik-titik tertentu saja. Lingkungannya kurang bersih, semakin ke dalam semakin kotor dan kurang terawat. Semoga ada tim yang mengembangkan amenitas Maerokoco lebih baik lagi.

Selain itu, saat saya dan teman lain duduk di teras Anjungan Rembang untuk menunggu peserta lain menunaikan salat, kami melihat ada ular kira-kira sebesar ibu jari di selokan tepat di bawah kaki kami. Kalau kami lengah sedikit mungkin akan berbahaya untuk kami. Mohon tetap waspada saat kalian berkunjung ke Maerokoco, ya.

Anjungan Cilacap di Sore Hari
Foto: dokumentasi pribadi

Waktu pelaksanaan yang dipilih menurut saya kurang tepat karena dilaksanakan dari sore sampai malam hari dengan kondisi tempat yang kurang nyaman untuk beraktivitas berkeliling anjungan di atas pukul 18.00. Ada baiknya untuk ke depannya bisa dilaksanakan saat pagi hari jadi peserta yang ikut terutama anak-anak bisa lebih nyaman untuk berkeliling anjungan dan mengurangi bahaya terutama binatang liar di Maerokoco.

Saya senang mendengar cerita mengenai sejarah, mitos, legenda, dan hal-hal menarik lainnya dari masing-masing anjungan bahkan ada cerita tentang pesugihan juga loh. Kapan lagi bisa keliling Jawa Tengah dalam waktu singkat dan hemat transportasi, haha. Tinggal jalan kaki sebentar sudah sampai kabupaten atau kota tetangga, jalan kaki sekian menit sampai di dataran tinggi Dieng terus beberapa langkah sudah turun lagi. Jalan, jalan, dan jalan sampai di Cilacap sekoprolan sudah sampai Nusa Kambangan.

Setelah berkeliling anjungan di Maerokoco bisa isi perut dan istirahat di tetangga sebelah yaitu Kampung Laut. Oh iya, jangan lupa lotion atau spray anti nyamuk untuk kulit karena semakin malam nyamuknya semakin banyak di Maerokoco.

Jumpa lain waktu!
Keliling Jawa Tengah, yuk!




Speak Yourself
💜