Kartini dan Pembaruan (3)

KARTINI


Sumber gambar: Rumah Kartini di Pameran Japara, Festival Kota Lama Semarang  (9/2019)

Bagian 1 bisa dibaca di sini
Bagian 2 bisa dibaca di sini

KORESPONDENSI

Korespondensi yang dilakukan Kartini dapat membantunya agar dapat terus sensitif dengan masalah-masalah di lingkungannya, bahkan KArtini dengan berani mengungkapkan pemikiran-pemikirannya terhadap bangsanya dan hidupnya kepada temannya di Belanda. Kartini adalah seorang feminis yang bebas tapi cerdas dalam menyampaikan pendapatnya. 

Korespondensi bisa dilakukan dengan cara surat-menyurat, bertukar pengalaman, bertukar bacaan, dan diskusi. Kalian bisa melakukannya juga dengan komunitas atau teman kalian. Apalagi sekarang sudah banyak aplikasi komunikasi yang mempermudah kita. 

Scene yang membuat saya trenyuh saat Kartini meminta Stella untuk membawanya ke Belanda, negeri yang menurutnya bisa ditemukan kebebasan. Kartini hanya ingin bebas. Kartini tidak dapat menahannya saat tahu Kardinah dijodohkan dengan orang yang tidak dia cintai dan sudah beristri. Bagi Kartini, Belanda adalah jalan satu-satunya untuk merasakan kebebasan sebagai perempuan. 

Menurut saya sebagai penonton, korespondensi Kartini itulah yang mampu membuat Kartini tetap terjaga keadaan batinnya. Dalam artian Kartini masih memiliki teman untuk berbagi impian dan pemikirannya. Kuatnya Kartini karena beliau mau menyuarakan apa yang dirasakan dan diinginkan. 

Dengan keinginan kuat Kartini untuk menempuh pendidikan di Belanda sebagai jalan satu-satunya meraih kebebasan pribadi, Kartini masih menghadapi dan menyadari bahwa tidak semudah itu untuk memiliki kebebasan pribadi apalagi sampai ke Belanda. Dengan ketulusan hati keluarga Belanda untuk membawa Kartini dan adik-adiknya sampai ingin menanggung semua biaya tak membuat hati ayahnya luluh karena ayahnya. 

Scene terakhir yang membuat saya menangis saat Kartini mengajukan proposal pendidikan ke kerajaan Belanda. Proposal tersebut disetujui oleh ayahnya sendiri tapi di saat yang hampir bersamaan Kartini mendapat proposal pinangan dari calon pinangannya. Kartini harus menghadapi dua pilihan antara menunggu persetujuan proposal pendidikan dari kerajaan Belanda yang belum tentu atau menerima pinangan calom suaminya yang hanya diberi waktu dalam tiga hari. Keputusan hanya ada di tangan Kartini. Kepastian dan rasa ikhlas mengetahui bahwa calon suaminya menerima empat syarat yang diajukan membuat Kartini memutuskan untuk menikah. 

Tiga hari setelah menikah, proposal pendidikannya disetujui oleh kerajaan Belanda. Walau gagal memulai pendidikan di Belanda, tulisan Kartini masih menginspirasi sampai sekarang. Semangatnya untuk mengembangkan pendidikan untuk perempuan dan orang miskin masih terus ada. 

Ikut merasakan kepedihan saat Kartini kehilangan kesempatan besarnya untuk menempuh pendidikan di Belanda. 

Merasakan diri saya sebagai perempuan bahwa dari dulu smapai sekarang masih ada yang memandang sebelah mata perempuan yang menginginkan adanya pembaruan. Menyuarakan secara verbal dinilai salah, lewat tulisan juga dinilai salah. 

Dari kebiasaan membaca Kartini yang dilanjutkan dengan melalukan berbagai keterampilan, terjun langsung ke lingkungannya, dan kegiatan menulisnya mampu memerdekakan pribadinya. 

Masih banyak hal yang perlu kita perbaki juga dalam berkomunikasi dan menyuarakan pemikiran-pemikiran kita yang terkadang tanpa unggah-ungguh dan tanpa kendali yang penting sudah berbicara menyuarakan pendapat. 

Kartini.

Kartini bagi saya adalah sosok pemberontak yang elegan. Kartini bertindak secara elegan untuk melawan, membebaskan pikiran, dan memperbarui apa yang perlu diperbarui. Mampu mengalihkan kemarahan dan kesedihannya secara elegan dalam tulisan. Memerdekakan pribadinya secara santun. 

Kartini telah menjalani ujiannya untuk melawan, membebaskan, dan memperbarui. Hanya satu ujian bagi perempuan yang telah dan akan berpendidikan tinggi di jaman modern ini yaitu belajar bersikap, bertindak, dan bersuara dengan rendah hati dan santun. 

Perempuan, jemputlah kemerdekaanmu. 






Speak Yourself
💜