Bangkok & Pattaya, Thailand

Hai, Teman Jalan!
Kangen kalian 😘 Semoga kalian selalu sehat dan segala urusannya lancar. Amin.

Tulisan pertama di awal tahun 2020 saya buka dengan berbagi pengalaman jalan-jalan di Thailand, sebenarnya ini bagian dari tugas kuliah tapi saya anggap jalan-jalan.

Berangkat dari Semarang tanggal 19 Januari 2020 penerbangan transit di Jakarta, lalu sore melanjutkan penerbangan ke Don Mueang. Saat di pesawat menuju Don Mueang, pramugari membagikan kertas imigrasi Thailand, harap Teman Jalan isi. Sampai di Don Mueang lanjut antri imigrasi dengan menyerahkan paspor dan kertas imigrasi. 

Antriannya tidak terlalu lama hanya saja ada beberapa turis yang kesulitan dengan biometrik sidik jarinya karena sidik jari mereka tidak terbaca di mesin biometrik jadi harus mengulang dibantu petugas imigrasi atau petugas biometrik. Tenang, imigrasi Thailand sangat lancar yang penting Teman Jalan jelas tujuan kunjungannya.

Setelah selesai pengecekan paspor dan rekam biometrik, petugas imigrasi menyerahkan paspor dan kertas imigrasi kecil yang diisi tadi. Kertas itu jangan sampai hilang ya untuk kepentingan Teman Jalan saat pulang nanti di imigrasi Thailand, kalau kertas itu hilang Teman Jalan akan sulit keluar dari Thailand.

Lalu bagaimana dengan imigrasi Jakarta saat berangkat? Saya sendiri tidak ada masalah dan tidak ditanya apa-apa oleh petugasnya, lancar banget. Imigrasi saat berangkat dan pulang semuanya lancar. Jangan foto-foto di area imigrasi, ya, tahan diri untuk tidak 'cekrek upload'.

Harap berdiri juga di belakang garis antrian, kebiasaan orang Indonesia senangnya mepet antrian orang depan. Bingung garis antrian loket imigrasi di mana cukup lihat di lantai karena sudah terpampang nyata dan jelas. Gunanya antri di belakang garis adalah tidak mengganggu proses rekam biometrik wajah orang yang sedang ada di loket imigrasi. Tipsnya bersikap tenang, pakaiannya yang bersih, rapi, nyaman, dan gestur Teman Jalan yang meyakinkan.

Kalo Teman Jalan bawa perlengkapan mandi dan kecantikan yang berbentuk cairan usahakan maksimal 100ml per botol, ya, pakai saja travel kit. Sama halnya kalau kalian pulang tetap usahakan beli kosmetik yang berbentuk cairan maksimal 100ml, petugas pengecekan barang di Thailand itu teliti lho. 

Untuk Teman Jalan yang berjilbab, saya sarankan memakai jilbab tanpa peniti/jarum pentul saat berangkat dan pulang melewati pengecekan badan (berbarengan dengan pengecekan barang). Saat pengecekan badan, alatnya berbunyi mendeteksi logam jadi petugas berulang kali memastikan bahwa Teman Jalan tidak membawa sesuatu yang berbahaya dan pastinya agar dapat memperpendek waktu antrian juga. Apa saja sih yang dilepas saat pengecekan badan? Ikat pinggang, jam tangan, jaket, dan ada juga yang meminta lepas sepatu.

Sampai di Bangkok, saya dan teman-teman bertemu dengan tour leader bernama Amri. Amri bisa berbahasa Indonesia lho jadi tidak merasa asing di negara orang. Amri bersifat tegas, cekatan, humoris, dan komunikatif. Pertama kali Amri mengajari kami cara mengucapkan 'Don Mueang' yang benar adalah 'Don Meuang' ('eu' dalam Sunda) bukan 'Don Mu-eang'.


THAILAND

Bangkok & Pattaya


Chao Phraya dan Wat Arun
foto: dokumentasi pribadi

Objek wisata: Big Bee ➝ Nongnooch Village ➝ Ewardee Herbal ➝ Pantai Pattaya ➝ Alcazar Show ➝ Wat Arun

Big Bee

Ikon Big Bee
foto: dokumentasi pribadi

Big Bee adalah objek wisata peternakan lebah lebih tepatnya percontohan peternakan lebah. Di sini Teman Jalan bisa melihat jenis-jenis lebah, proses pengolahan madu, dan mengicipi macam-macam hasil pengolahan madu untuk diminum.

Big Bee juga sebagai tempat program kegiatan Ratu Thailand untuk membudidayakan madu Thailand. Jangan khawatir, produk-produk olahan Big Bee sudah bersertifikat halal dan internasional. Tak perlu gundah gulana kalau mau bawa madu atau hasil lainnya yang berbotol karena mereka sudah menyiapkan kemasan dan sticker agar aman dibawa.

Pemandunya berasal dari Medan, hehe, berbicara dengan bahasa Indonesia. Lupa namanya siapa, mbaknya komunikatif jadi tidak membosankan.

Local guide
foto: dokumentasi pribadi

Berbagai hasil olahan peternakan lebah
foto: dokumentasi pribadi

Saya lupa mengambil foto area oleh-oleh Big Bee. Di area ini terdapat banyak macam olahannya, contohnya kosmetik, makanan, sabun wajah, cokelat, Tamarind, dan lain-lain. Saya membeli Tamarind untuk ibu karena teksturnya empuk dan gula halus sehingga nyaman di mulut dan tenggorokan. Selain itu, saya membeli sabun wajah hasil olahan madu yang mengansung goat milk dan turmeric. Cocok atau tidaknya tergantung kecocokan kulit masing-masing, ya 😉

Oleh-oleh Big Bee
foto: dokumentasi pribadi

Nongnooch Village

Area Taman Hutan Hujan
foto: dokumentasi pribadi

Namanya diambil dari pemilik objek wisata ini, namanya bu Nongnooch. Tempat swafoto atau kepentingan foto objek sepuas... puas ...puas... puasnya karena luas taman ini 100 hektar dengan tema taman yang berbeda-beda. Butuh satu hari kalau Teman Jalan ingin berkeliling semua areanya.

100 hektar jangan dibayangkan berapa banyak uang yang dikeluarkan untuk beli tanah, membangun, dan mengembangkan area jadi sampai seperti sekarang ini. Menurut Amri, bu Nongnooch punya hobi koleksi tanaman bahkan tanaman luar negeri juga ada sampai akhirnya mengembangkan kebunnya seperti sekarang ini. Semoga Teman Jalan yang hobi tanaman bisa berkembang seperti Nongnooch Village, amin.

Tidak hanya taman, di sini ada restoran, gedung teater, arena pertunjukan gajah, dan atraksi lainnya. Teman Jalan juga bisa naik kereta untuk berkeliling taman ini tapi sayangnya harus menunggu lama dan ada transitnya juga. Malas naik kereta tapi ingin berkeliling sebentar, santai... masih ada tunggang gajah. Sabar antri, ya. Saya hanya foto-foto saja untuk koleksi pribadi di area taman kaktus dan area taman hutan hujan.

Taman Kaktus
foto: dikumentasi pribadi

Di gedung teater ada pertunjukan tradisional Thailand bercerita tentang kehidupan masyarakat Thailand mulai dari bertani, nelayan, olah raga tradisional, legenda sampai dengan perang gajah. Perang gajah? Iya, hanya adegan mini untuk menggambarkan seperti apa sih perang gajah itu dan tetap menyesuaikan tempat. Gajah asli? Yup! Gajah asli masuk gedung teater. Saya sampai melongo karena baru kali pertama lihat gajah dewasa asli masuk gedung teater 😁 Turis di depan saya sampai melihat ke arah saya saat saya berucap "woooow" lihat gajah dewasa masuk dari pintu samping teater.

Perang Gajah
foto: dokumentasi pribadi

Setelah pertunjukan teater selesai, saya menonton pertunjukan atraksi gajah. Amri menerangkan bahwa gajah-gajah dalam pertunjukan ini memiliki pendidikan di sekolah gajah sampai setara dengan SMA, haha, sampai ada kelasnya juga.

Turis bisa membeli pisang untuk memberi makan gajah, berfoto dengan gajah, dan memberi uang pada gajah. Bahasa pembawa acaranya menggunakan bahasa Thai 😁

Atraksi Gajah
foto: dokumentasi pribadi

Gajah Melukis
foto: dokumentasi pribadi

Gajah melukis di kaos, kaos lukis tersebut dijual kepada para turis dengan cara ditawarkan berkeliling arena atraksi dengan sistem ambil dan bayar cash.

Alcazar Show

Alcazar Show
foto: dokumentasi pribadi

Ini nih... ciamik! Keren parah! Pertunjukan, tata lampu, tarian, tata panggung, musik, akting, dan kostumnya keren dan wow! Totalitas!

Harga tiketnya 600 Baht atau sekitar Rp300.000, eits! harga yang dibayar sebanding dengan pertunjukan yang disajikan. Cek tiket ada di meja beverage, ada petugas yang menunjukkan arahnya. Di meja ini disediakan cola, orange juice dan air mineral gratis... iya, gratis... lumayan say satu penonton dapat satu beverage. Saat masuk gedung teaternya nanti ada petugas yang menunjukkan nomor kursi kalian.

Saya bisa bilang keren parah karena kreatifitas mereka yang tidak monoton. Mereka menyuguhkan tarian dan lagu tradisional untuk hiburan diiringi musik dan kostum dari berbagai asal negara turis misal Korea Selatan, Tiongkok, Timur Tengah, Asia Tenggara, dan India. Dari kreatifitas itulah turis merasa dihargai kedatangannya menonton pertunjukan tersebut sampai banyak penonton yang ikut bertepuk tangan dan menyanyi bersama tanpa diminta seperti rombongan turis asal Korea Selatan dan India.
Saya berikan contoh para penari memakai kostum tari Korea Selatan dan membawa serta perlengkapan tari dan musik juga, lagu yang diputar adalah lagu Arirang dibawakan secara energik dan bagus jadi turis Korea Selatan ikut bernyanyi dan bersorak bersama tanpa diminta para aktrisnya.

Alcazar Show
foto: dokumentasi pribadi

Alcazar Show
foto: dokumentasi pribadi

Porsi untuk pentas impersonifikasi (meniru penyanyi terkenal) sedikit tapi tetap menghibur, ada pentas humor, pentas tari cahaya laser, dan masih banyak lagi. Pentas tari dan musik tradisional mancanegara yang mendominasi pertunjukan tanpa terlihat membosankan.

Setelah pertunjukan selesai, penonton bisa mengambil foto bersama aktris di luar gedung teater. Penonton membayar 100 baht untuk satu kali foto dengan satu aktris.

Hal yang membuat saya kagum dengan rasa kemanusiaan orang-orang Thailand adalah adanya aturan bahwa masyarakat asli Thailand tidak boleh menonton Alcazar Show. "Ada aturan seperti itu untuk menghindari perbuatan tidak menyenangkan seperti bullying. Siapa tau penonton asli Thailand mengenali aktris-aktris itu ternyata tetangganya, teman sekolahnya, atau teman kerjanya," jelas Amri.
Jika Teman Jalan punya kesempatan menonton Alcazar Show saya harap Teman Jalan tidak mengolok-olok mereka dengan sebutan banci apalagi sebagai bahan candaan. Tidak perlu diperjelas lagi. Jujur masyarakat kita belum bisa berpikiran luas tentang hal seperti ini, transgender masih dijadikan bahan olokan dan candaan.

Wat Arun

Sangat disayangkan tiba di Wat Arun sore hari sebelum tutup jadi cepat-cepat foto. Saya kagum dengan arsitektur wiharanya yang detail dan cantik. Dekat dengan Wat Arun ada kompleks biara Buddhis untuk para biksu sekaligus tempat tinggal mereka. Keluar dari pusat oleh-oleh Wat Arun, saya melewati gang yang kanan-kirinya adalah biara Buddhis. Banyak turis di dekat area Wat Arun tapi begitu masuk ke area ini suasanya hening dan nyaman berasa seperti dalam film yang ada adegan jalan melewati biara Buddhis.

Wat Arun dan Kompleks Biara Buddhis
foto: dokumentasi pribadi

Saya tidak tahu apakah ada aturan boleh mengambil foto atau berfoto bersama biksu atau tidak, yang saya tahu dari Amri adalah kita tidak boleh menyentuh mereka.

Teman Jalan jangan lupa memakai pakaian sopan jika mengunjungi tempat ibadah terutama wihara, pakai bawahan yang menutupi betis dan kaos yang berlengan. Perhatikan lingkungan sekitar juga mana area atau bangunan yang boleh difoto atau tidak. Ingin kembali lagi ke sini suatu saat nanti karena masih belum puas 😉

Setelah objek wisata pasti Teman Jalan ingin berbelanja, Thailand identik dengan barang-barang murah. Saya rekomendasikan belanja oleh-oleh di Asiatique karena murah meriah terutama di kios Kon Fai, penjualnya bisa berbahasa Indonesia dan ramah jadi lebih mudah tawar-menawar. Arahnya dari KFC lurus, tokonya di sebelah money changer persis.

Kon Fai
foto: dokumentasi pribadi

Setelah dari toko Kon Fai, saya ke kios aksesoris lokasinya persis di tengah-tengah dekat dengan Kon Fai. Di kios ini menjual anting-anting dan gelang dengan berbagai ukuran, model, dan warna-warni. Saya membeli 4 pasang anting-anting total 100 Baht.

Transportasi umum belum mencoba hanya naik Tuktuk yang terkenal gas pol-rem pol, saya mengalami itu. Semakin kita tertawa bahagia campur takut, semakin supir Tuktuk senang gas pol-rem pol ngepot 😂 Kocaknya saya menyeletuk "Tuktuk Challenge!" makin senanglah supir Tuktuk. Apalagi saya sempat makan snack di Tuktuk jadi supirnya tambah senang. 

Semakin senang, semakin intens tantangannya. Lulus uji Tuktuk Challenge dengan makan snack dan mengikat rambut 😂😂. Sebenarnya cukup bahaya kalau Teman Jalan naik Tuktuk tanpa ada pelindung seperti kawat ram di sebelah kanan seperti Tuktuk yang kami naiki, mengantisipasi ngepotnya Tuktuk biar tidak jatuh. Sempat meluncur bebas hampir keluar dari Tuktuk ke sisi kiri, untung masih ingat pegangan dan dicegah Mona dengan kakinya 😅

Tuktuk
foto: Pak Hadi

Bus kami terjebak macet, lalu Amri berinisiatif naik bus BRT ke Wat Arun. Jalanan Bangkok tertata rapi, tidak ada parkir sembarangan dan trotoar digunakan pejalan kaki dengan nyaman tanpa ada warung tempel dadakan atau penjual asongan/gerobak mangkal di trotoar. Tidak ada abang cilok, bakso, siomai, cimol, dan jajanan di pinggir jalan 😆 Jangan harap ada kucingan pinggir jalan juga. Sebenarnya asyik ya sambil menunggu bisa minum es teh dulu di kucingan 😂

Sepadat-padatnya kota Bangkok hampir tidak ada polusi suara, hampir tidak pernah mendengar ramai suara klakson. Hanya saja polusi udaranya sama seperti Jakarta, Teman Jalan siap masker, ya.
Ada hal yang menarik dari papan penunjuk rute BRT di Thailand yaitu nomor bus beserta rute disusun secara vertikal dan info lengkap lainnya, sedangkan peta membantu untuk menunjukkan halte yang terdekat dengan objek wisata dan titik penting. Papan penunjuk rute yang seperti itu sangat membantu penumpang terutama turis asing.

Papan Penunjuk Rute BRT
foto: dokumentasi pribadi

Papan Penunjuk Rute BRT
foto: dokumentasi pribadi

Bisa dilihat di foto atas bagaimana rute setiap bus tersusun rapi dan menunjukkan titik keberadaan kita di titik warna orange dan berapa halte lagi kita akan turun sesuai tujuan kita. Serta ada tanda panah kecil di bawah titik orange yang menandakan arah bus tersebut. Halte-halte sebelumnya diberi warna abu-abu. Lalu sistem pembayarannya di dalam bus.

Semoga Semarang bisa meniru cara ini agar penumpang tidak bingung dengan rute BRT TransSemarang. Selama ini hanya ada papan peta seluruh rute koridor menjadi satu dan atau peta rute satu koridor saja, banyak penumpang yang mengeluh karena bingung membaca peta rute koridor.
Busnya masih lama sampai dan kami rombongan dalam jumlah besar sehingga Amri memutuskan naik Tuktuk agar bisa cepat sampai di Wat Arun walau kami turunnya di Wat Po tanpa Amri, nyasar di komplek depan ceritanya 😁 Pengalaman untuk berlatih berpikir dan bertindak cepat dan tepat.

Kapan-kapan kalau balik lagi ke Thailand ingin coba transportasi umumnya 😉
Makanan sama seperti Indonesia, khasnya Tom Yam tapi kurang pas di lidah. Ada mango sticky rice, memang beda ya mango sticky rice yang asli dan yang dijual di Indonesia. Ada macam-macam makanan olahan mangga di kios ini, kios ini rekomendasi dari Amri.

Kios Mango Sticky Rice
foto: dokumentasi pribadi

Penjualnya tidak bisa berbahasa Indonesia, transaksi tunai, dan komunikasi harga pakai bahasa tubuh dan kalkulator. Saya bilang "one mango sticky rice" (disesuaikan dengan jumlah yang kalian mau sambil ngacungin jari) langsung cepat dilayani. Jualannya bersih dan rapi 👍 Sebenarnya sudah diajari Amri bagaimana memesan dalam bahasa Thai tapi tidak saya praktekkan, keburu pengen makan 😄

Jalan-jalan di Thailand untuk pertama kali benar-benar bikin ketagihan untuk datang dan eksplor lagi karena belum puas. Semoga bisa balik ke Thailand dalam rangka liburan santai... bolak-balik. Semoga menjadi pembuka untuk perjalanan ke negara-negara lain. Amin.

Semoga Teman Jalan juga punya kesempatan ke Thailand. Amin.

Yuk jalan!



Speak Yourself
💜