Menanam Mangrove 'Pohon dari ARMY' di Desa Tambakrejo, Semarang

Hai, Teman Jalan!

Semoga kalian selalu sehat dan bahagia.

Sabtu, 19 Juni 2021 saya berkesempatan ikut penanaman mangrove di Desa Tambakrejo, Semarang, dalam project Pohon dari ARMY sebagai relawan (volunteer). Project ini diadakan dalam rangka merayakan hari jadi BTS ke-8. Kampanye Pohon dari ARMY dimulai sejak 1 Mei 2021 sampai 13 Juni 2021 bertepatan dengan hari jadi BTS dengan membuka donasi yang berhasil mengumpulkan 2.575 pohon mangrove dari para donatur ARMY Indonesia.


POHON DARI ARMY


"Who can save the world? It's you!"
- Kim Namjoon, BTS

Pohon dari ARMY memilih lokasi Desa Tambakrejo karena desa ini berada di pesisir utara kota Semarang yang selalu mengalami banjir rob (banjir air laut) bahkan sebagian wilayahnya baik jalan raya, area pemukiman, dan area pemakaman pun sudah hilang terendam air laut karena abrasi. Abrasi ini dapat dicegah dengan pohon mangrove. Tidak hanya untuk pencegah abrasi, mangrove juga dapat menyaring sampah yang terbawa dari darat ke sungai yang bermuara ke laut. Kalau menurut saya, mangrove itu seperti benteng pertahanan di pesisir laut. Para petani CAMAR menyampaikan bahwa penduduk Desa Tambakrejo juga berpartisipasi dengan melarang membuang sampah ke sungai.

Saya berangkat dari kantor Lindungi Hutan bersama sebagian teman-teman ARMY ada Jess, Salsa, dan Salwa sedangkan teman-teman ARMY lainnya ada Tries, Fara, Bella, Anggun, dan Nurul menunggu di titik kumpul Masjid Raudatul Muttaqin, Tanjung Mas. Sayangnya, tidak ada tim Lindungi Hutan yang mendampingi teman-teman ARMY di titik kumpul masjid jadi saya dan Jess balik menjemput mereka setelah mengejar salah seorang tim Lindungi Hutan, yang berangkat bersama dari kantor Lindungi Hutan tapi meninggalkan kami di titik kumpul masjid, untuk bersama-sama membawa sembako dan masuk ke Desa Tambakrejo secara mandiri. Secara mandiri, ya, karena tim Lindungi Hutan langsung meninggalkan kami setelah mengarahkan Jess di mana titik kumpul kami yang sebenarnya di dalam Desa Tambakrejo.

Kami memakai perlengkapan baju sesuai yang diarahkan oleh tim Lindungi Hutan seperti kaus berwarna gelap (atau disesuaikan dengan kaus seragam organisasi/lembaga), celana panjang sampai mata kaki (bukan jins), topi, kaus kaki panjang, dan sandal. Saya sarankan bajunya jangan yang terlalu bagus, cukup kaus yang biasa Teman Jalan pakai harian di rumah karena nanti kotor, siapa tahu setelah dicuci dan kering bau tidak bisa hilang berakhir jadi kain lap atau pilihannya baju sekali pakai langsung buang😁 yang penting nyaman dan melindungi Teman Jalan. Setelah perkenalan singkat dari Lindungi Hutan dan ketua komunitas petani CAMAR memberikan pengarahan dan SOP, kami naik perahu menuju lokasi.

Sampai di lokasi area tanam mangrove Pohon dari ARMY, saya cukup terkejut dengan lokasinya. Di tempat perahu kami bersandar banyak sampah tersangkut di akar-akar pohon magrove yang besar. Iya, Teman Jalan tidak salah baca, banyak sampah. Sebelum turun dari perahu ada baiknya lepas sandal jepit saja tinggalkan di perahu karena percuma pakai sandal karena bisa hilang di lumpur 😁. Ini tergantung dari area tanam mengrove kalian apakah hanya air laut, air laut campur lumpur pekat, atau lumpur pekat saja. Jika ingin tetap pakai sandal, pakai sandal hiking (biasanya orang menyebut sandal gunung) atau sepatu sampling seperti yang dipakai ketua komunitas petani CAMAR.

Kami melewati area yang sudah tertutup sampah setelah melewati barisan pohon mangrove, saya cukup terkejut lagi karena kami melihat nisan-nisan makam yang sebagian kecil masih terlihat sedangkan lainnya sudah tenggelam. Ternyata informasi dari para petani area ini dulu adalah area pemakaman lalu tenggelam karena abrasi.

Area satu bekas pemakaman umum
Dokumentasi: Pohon dari ARMY

Setelah melewati bekas pemakaman tersebut, kami masih harus melewati area dua yang dulunya adalah jalan raya. Bersyukur di area ini sudah ada pohon-pohon mangrove setinggi paha orang dewasa. Di area ini juga banyak sampah anorganik yang mengendap dan yang masih ada di permukaan. Kalau dibayangkan, ya, area ini semacam supermikronya Pacific Trash Vortex, seujung kukunya.

Area dua bekas jalan raya
Dokumentasi: Pohon dari ARMY

Kami masuk ke area tanam mangrove setelah menembus barisan pohon mangrove lagi. Area tanam mangrove kami adalah area dengan air laut bercampur lumpur. Air laut setinggi pinggang orang dewasa (ini juga sudah disampaikan oleh ketua komunitas petani saat pengarahan) dan lumpur setinggi lutut. Jujur, kami agak kesulitan berjalan di lumpur. Setelah beradaptasi, kami memulai menanam bibit mangrove. Walau sudah diberi arahan sebelum menuju lokasi, para petani tetap mencontohkan cara menanam mangrove. Tancapkan ajir (potongan bilah bambu), ambil dua batang mangrove, lalu tanamkan bibit mangrove sampai tertutup lumpur, kemudian ikat di ajir dengan tali. Dua batang bibit mangrove ini ditanam agar ada cadangan jika satu bibit mati masih ada satu bibit yang hidup. 

Area tanam
Dokumentasi: Pohon dari ARMY

Oh iya, Teman Jalan tidak perlu memakai cincin, kalung, dan gelang saat menanam mangrove jika nanti lepas pasti susah mencarinya. Kaus kaki kanan saya saja terjebak di dalam lumpur entah hilang di mana tidak sadar sudah lepas saat mengangkat kaki saya untuk berpindah titik 😅.

Saran untuk Teman Jalan perempuan yang ingin mengikuti kegiatan menanam mangrove dalam masa haid lebih baik tidak ikut menanam walau area tanamnya lumpur pekat, kalau ingin tetap mengikuti Teman Jalan cukup membantu estafet bibit dan ajir ke area tanam. Lebih baik berjaga daripada nanti jatuh karena licin, lumpur pekat saja licin. Membantu estafet bibit dan ajir pun tidak mengurangi value Teman Jalan dalam berkegiatan.

Para petani mengajari kami bagaimana cara berjalan di area tanam kami karena melihat kami kesulitan melangkah atau berjalan. Caranya adalah kami duduk di atas lumpur 👍, cara yang sederhana tapi memang butuh tenaga. Mau bergerak ke mana saja tinggal geser dengan posisi duduk memang lebih ringan daripada berdiri dan berjalan seperti biasa. Menurut salah satu petani, area tanam kami ini lebih mudah daripada area tanam lumpur pekat tanpa air laut. Saya sendiri merasa keterampilan berjalan saya meningkat jika suatu saat menanam mangrove lagi di area seperti itu, he-he-he. Bisa juga keterampilannya dipakai untuk bertahan hidup jika berada di medan seperti itu.

Kaus kaki panjang dan sandal, jadi kaus kaki dan sandal yang kita kenakan itu dapat mengurangi bahaya dan luka kaki karena kita tidak tahu apa saja yang akan kita injak di area tanam mangrove. Safety first!. Saya dan teman-teman ARMY sempat berkata jangan-jangan apa yang kita injak itu adalah kerangka manusia yang terbawa arus karena area tanam satu adalah bekas area pemakaman. Jadi selama kami menanam selalu mengingatkan satu sama lain jangan berpikiran yang tidak-tidak 😄.

Selama menanam bibit mangrove, badan kami dirambati kepiting (sepertinya yuyu), anak kepiting, dan serangga-serangga air kecil 😁. Kapan lagi dirambati seperti itu. Lumpur yang ada di area tanam kami juga bercampur sampah, bisa kalian bayangkan sendiri bagaimana kotor dan bau areanya bahkan dekat posisi saya menanam ada sampah bekas bantal sofa mengapung.

Kami menanam 2.575 bibit mangrove dari awal hingga bibit mangrove terakhir bersama dengan para petani. Para petani salut dengan tindakan kami yang mau bertahan menanam hingga bibit mangrove terakhir. Menanam mangrove itu 'terapeutik', saya dan Salsa mulai mengantuk saat berada di lajur area tengah, bisa menjadi keterampilan kami yang baru yaitu menanam mangrove sambil meram. Geser sedikit ke belakang ada Jess dan Anggun yang terdengar suaranya "Pak, tali! Pak, bibit!".

Tim relawan ARMY & Komunitas Petani CAMAR
Dokumentasi: Pohon dari ARMY

Setelah kami menyelesaikan penanaman bibit mangrove, kami didampingi para petani bersama menuju perahu untuk kembali ke Desa Tambakrejo. Selama menuju ke perahu, kami juga diberi info mengenai buah mangrove dan benih buah mangrove yang menyerupai kacang panjang. Benihnya dapat ditanam kembali, kami juga diajari bagaimana cara menanamnya di rumah. Benih buah mangrove tersebut ada ciri tersendiri yang dapat diambil dan ditanam kembali. Para petani juga menyampaikan perubahan kondisi lingkungan wilayah Desa Tambakrejo karena abrasi seperti yang Teman Jalan lihat di foto-foto, terbayang juga, kan, separah apa abrasi itu untuk wilayah desanya. Ketua komunitas petani CAMAR menyampaikan bahwa penduduk Desa Tambakrejo memiliki aturan tidak boleh membuang sampah ke sungai.

Kami segera membasuh badan dan mandi di menara tiga lantai Pertamina yang menjadi pusat kegiatan komunitas petani CAMAR. Di sini hanya ada satu kamar mandi dan satu kran pancuran di samping kamar mandi, harap sabar mengantri, ya. Kalau Teman Jalan ikut berkubang saat menanam bibit mangrove, bawa peralatan mandi, ya, mandi bersih. Saya sarankan sebelum mandi, Teman Jalan bisa sementara membasuh badan di kran pancuran itu untuk mengurangi lumpur yang melekat di baju dan badan. 

Ada baiknya bawa garam krosok/kristal untuk digosok pelan ke kulit badan/kaki Teman Jalan setelah membasuh bagian badan yang kotor atau pada saat mandi (ini disesuaikan dengan kondisi Teman Jalan, ya, ikut berendam atau tidak). Garam krosok/kristal bisa mengurangi gatal-gatal karena air laut atau lumpur. Saya sendiri masih mengulang mandi bersih lagi di rumah dengan air hangat campur garam krosok/kristal.

Selesai membersihkan badan, kami makan siang bersama dengan paket makan dari BTS ShareARmealxMakanBarengARMY. Kami segera pulang setelah makan siang karena cuaca mendung apalagi sebagian wilayah Semarang sedang hujan.

Teman Jalan ingin mengajak anak-anak menanam mangrove mohon lihat dulu area tanamnya dan lebih baik tidak memaksa anak jika tidak ingin berpartisipasi menanam mangrove. Anak datang dan melihat langsung prosesnya saja sudah menjadi bagian dari edukasi.

Oh iya, kalau Teman Jalan bertanya-tanya mengapa nelayan-nelayan yang membantu menanam bibit mangrove disebut petani? Sejauh yang saya perhatikan karena tidak sempat bertanya lebih jauh dengan para petani, nelayan-nelayan dari Desa Tambakrejo memiliki program pemberdayaan masyarakat berbasis komunitas sebagai komunitas petani mangrove yang dibina oleh Pertamina dan bekerja sama dengan berbagai organisasi atau komunitas peduli lingkungan. Pekerjaan utama mereka adalah nelayan, sedangkan menjadi petani mangrove saat ada acara-acara peduli lingkungan dari berbagai organisasi/komunitas/lembaga. Koreksi jika saya salah, ya 😉.

Hormat terdalam untuk para petani CAMAR di Desa Tambakrejo yang bekerja keras membantu pemulihan alam untuk wilayah desanya dan memberikan edukasi pada kami. Mereka garda terdepannya. SOP dan hospitality mereka juga bagus dari awal pengarahan hingga selesai acara. Selama kami menanam mangrove pun mereka juga tidak berhenti mengucapkan terima kasih kepada kami, begitu juga kami kepada mereka. Kami merasa bahwa ketulusan mereka saling membawa kebaikan. Sikap mereka bikin adem di hati. Kalau tidak ada mereka, mana bisa kami tahu manfaat mangrove, macam-macam area tanam mangrove, bagian-bagian pohon mangrove, dampak abrasi, dan bahayanya membuang sampah sembarangan pada lingkungan secara nyata. Semoga para petani CAMAR selalu sehat dan kompak!

Terima kasih juga atas kesediaan Lindungi Hutan yang menjadi mediator bagi kami, kalian hebat!. Saran dari saya pribadi berdasarkan pengalaman saya ada baiknya hospitality ditingkatkan lagi dalam melayani klien dari organisasi/komunitas/perusahaan, meningkatkan komunikasi dua arah yang baik, dan susunan acara yang jelas dan detil. Klien puas, Lindungi Hutan juga akan meningkat.

Terima kasih  tim Pohon dari ARMY yang sudah mengadakan acara donasi yang awalnya menargetkan 136 pohon mangrove sampai berhasil mengumpulkan 2.575 pohon mangrove dari para donatur ARMY Indonesia dan membuka pendaftaran relawan. Selain itu, terima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk kami, teman-teman ARMY Semarang yang ternyata tidak hanya dari Semarang saja, dapat ikut berpartisipasi menjadi relawan. Mengkoordinir antarprovinsi itu tidak mudah tapi kalian luar biasa. Terima kasih! Kalian luar biasa!. Senang bisa ikut program ini!

Terima kasih untuk teman-teman ARMY Jess, Salsa, Salwa, Nurul, Bella, Fara, Tris, dan Anggun yang sudah bekerja sama dengan baik dan kompak sampai kita pulang. Terima kasih, ya!. Semoga kita dipertemukan lagi di kegiatan ARMY lainnya.

Terima kasih untuk para donatur ARMY yang telah berdonasi pohon mangrove untuk ditanam di wilayah Desa Tambakrejo. Semoga ketulusan dan kebaikan kalian dapat kembali dalam wujud kebaikan juga dari entitas apapun baik dari Tuhan, manusia, atau alam sendiri.

Semoga mangrove yang kita tanam dari tahun ke tahun dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik  memberikan lingkungan hidup yang layak untuk penduduk, petani mangrove, dan nelayan Desa Tambakrejo. Semoga mangrovenya bertumbuh dengan baik dan membantu memulihkan alam.

Terima kasih BTS yang sudah memberikan kami dukungan untuk melalukan kebaikan dengan tindakan dan kata-kata kalian yang sederhana tapi mampu memberikan banyak inspirasi atas kesempatan-kesempatan sederhana untuk berbuat kebaikan dan menggerakkan kami untuk dapat melakukannya satu per satu.

Dari pengalaman saya ikut kegiatan ini sampai berkubang di area tanam berair laut campur lumpur bonus macam-macam sampah, saya lebih menghargai lagi air bersih dan lingkungan terkecil saya sendiri untuk tidak membuang sampah sembarangan. Belajar naik level dalam menghargai lingkungan dan alam. Selain itu, tetap belajar rendah hati karena banyak pengetahuan dan pengalaman yang bisa didapatkan dari orang lain yang tidak pernah kita ketahui sebelumnya.

Jangan pernah berpikir untuk menyelesaikan masalah dunia yang tidak kita pahami. Selesaikan dulu masalah-masalah kecil di sekitar kita yang masih bisa kita pahami dan lakukan 😉.

Siapa saja bisa berbuat kebaikan, begitu juga menyebarkan kabar baik. Apapun yang Teman Jalan upayakan dan lakukan untuk kebaikan itu sudah menjadi kebaikan. Seperti tagline di bulan Ramadhan "Rayakan kebaikan!" 😊


Yuk, tanam mangrove!


Speak Yourself
💜

Komentar